LAPORAN PSG
(PENDIDIKAN
SISTEM GANDA)
TEKNIK PEMBESARAN UDANG
VANAME (Litopenaeus vannamei)
DI WINDU BULUSAN BANYUWANGI
Di susun oleh :
AGUS
WAHYUDI
PROGRAM
KEAHLIAN AGRIBISNIS PERIKANAN
SMK NEGERI
1 GLAGAH
BANYUWANGI
2013/2014
LEMBAR
PENGESAHAN
Judul :Teknik Pembesaran Udang Vaname ( Litopenaeus Vannamei )
Di susun oleh :Agus Wahyudi
Progam keahlian :Agribisnis perikanan
Disahkan di :BANYUWANGI
Pembimbing
Sekolah, Pembimbing Lapangan,
(RIRIN PUJIRAHAYU, S.Pi) (DAVID
WAHYU AJAR P.)
Ka. Sie. Agribisnis Perikanan,
(IMAM PRIBADI, S.Pi)
NIP.197308122000122001
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penyusunan laporan hasil PSG (PENDIDIKAN SISTEM GANDA ) ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Selama proses pembuatan/penyusunan
laporan ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Bapak H .Paidi, S.ST ,M.T selaku kepala
sekolah SMKN 1 GLAGAH BANYUWANGI
2.
Bapak
Ir. Hardi Pitoyo selaku pemilik tambak PT.Windu Bulusan,
3. Bapak David Wahyu Ajar Pamungkas, selaku
pembimbing lapangan/tehknisi di Tambak PT. Windu Bulusan,
4. Bapak Imam Pribadi,S.Pi, selaku Kepala
Program Studi Agribisnis Perikanan yang telah memberikan motivasi serta
bimbingan kepada penulis,
5. Ibu Ririn selaku guru pembimbing PSG,
6.
Seluruh
karyawan PT. Windu Bulusan, atas bantuan dan arahan yang telah diberikan selama
PSG,
7.
Bapak
Ibu guru SMKN 1 GLAGAH BANYUWANGI yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
sebelum pelaksanaan PSG,
8.
Kepada
orang tua dan teman-teman
yang selama ini telah memberi motivasi maupun dukungan serta do’a.
Penulis menyadari bahwa laporan PSG ( Pendidikan Sistem Ganda )
masih jauh dari kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak.
|
DAFTAR
ISI
LEMBAR
PENGESAHAN........................................................................ ...ii
KATA
PENGANTAR...................................................................................
iii
DAFTAR
ISI..................................................................................................
iv
BAB I .PENDAHULUAN........................................................................... ..6
1.1 Latar Belakang..................................................................................6
1.2 Tujuan................................................................................................6
1.3
Manfaat...............................................................................................7
BAB II .TINJAUAN PUSTAKA...................................................................8
2.1 Klasifikasi Udang Vannamei..............................................................8
2.2 Biologi Udang Vannamei..................................................................8
2.3 Morfologi Udang Vannamei..............................................................8
2.4 Habitat dan Penyebarannya...............................................................9
2.5 Sifat dan Tingkah Laku.....................................................................9
2.5.1 Pergantian Kulit (Moulting)....................................................9
2.5.2 Pakan dan Kebiasaan
Makan................................................10
2.5.3
Kanibalisme………………………………………………..10
2.6 Pengolahan kualitas air.....................................................................10
2.6.1
Aplikasi
probiotik...................................................................10
2.6.2 Parameter kualitas
air.............................................................11
2.7 Penyamplingan.................................................................................13
2.8
Pemanenan.......................................................................................14
BAB III.METODE.......................................................................................15
3.1 Waktu dan
tempat..............................................................................15
3.2 Kegiatan yang di
laksanakan............................................................15
3.3 Alat dan
bahan..................................................................................15
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN....................................................18
4.1
Persiapan tambak..............................................................................18
4.2
Pengisian
air......................................................................................18
4.3
Penebaran benur................................................................................18
4.4
Pemberian pakan...............................................................................19
4.5
Pengontrolan kualitas air...................................................................19
4.6 Penyamplingan..................................................................................20
4.7
Pemanenan........................................................................................21
BAB V
PENUTUP.......................................................................................22
5.1 kesimpulan…………………………………………………...……22
5.2 saran………………………………………………………...……..22
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejak awal pengembangan
budidaya udang, keberhasilan usaha yang diperoleh petambak terus meningkat.
Namun sejak tahun 1996 produksi udang yang diperoleh cenderung menurun.
Penurunan produksi terutama disebabkan oleh kegagalan budidaya udang di tambak
akibat timbulnya berbagai macam penyakit terutama white spot dan vibriosis.
Munculnya berbagai macam penyakit tersebut merupakan indikator telah terjadi
degradasi lingkungan. Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah
maupun oleh pihak swasta dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu upaya
yang ditempuh adalah dengan mengusahakan jenis udang baru yang dianggap
memiliki peluang pasar ekspor, cepat tumbuh dan tahan terhadap penyakit (BBAP
Situbondo, 2006).
Udang putih Amerika Litopenaeus
vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan
di Indonesia. Udang Vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001, dan pada bulan
mei 2002 pemerintah memberikan ijin kepada dua perusahaan swasta untuk
mengimpor induk udang vannamei sebanyak 2000 ekor. Selain itu, juga mengimpor
benur sebanyak 5 juta ekor dari Hawai dan Taiwan serta 300.000 ekor dari
Amerika Latin. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangbiakkan oleh hatchery
pemula. Sekarang usaha tersebut sudah dikomersialkan dan berkembang pesat
karena peminat udang vannamei semakin meningkat (Haliman dan Adijaya, 2006).
Perkembangan budidaya semakin maju, pengadaan nauplius
untuk kebutuhan budidaya harus memenuhi 7 syarat tepat: tepat jenis, tepat
ukuran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat tempat dan tepat harga.
Oleh karena itu pemijahan udang harus ditangani secara profesional.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pendidikan sistem ganda (PSG) adalah :
Penulis
dapat mendapatkan ilmu di luar sekolah tentang pembesaran udang Vaname (Lintopenaeus Vannamei).
1.
Mempelajari bagaimana cara kerja yang baik dan benar saat di dunia usaha.
2.
Mengetahui jenis kegiatan dan peralatan yang ada di tambak PT.WINDU BULUSAN
.
3.
Mengetahui secara langsung cara pembesaran udang Vanname.
4. Menambah pengalaman secara langsung.
5. Mengetahui secara
langsung permasalahan yang terjadi di tambak.
6. Mempraktikan ilmu yang di
terapkan di sekolah.
7. Menyelesaikan tugas yang
di berikan di sekolah
1.3.Manfaat
Manfaat yang
diperoleh dari pelaksanaan PSG ini adalah dapat mengetahui dan menguraikan
Teknik pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei) serta upaya-upaya yang dilakukan guna meningkatkan hasil produksi
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
yang lebih dan berkelanjutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Udang Vannamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2005),
Klasifikasi udang vannamei adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidea
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.2 Biologi
Udang Vannamei
Udang putih vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang
memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai
pada saat dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Penaeus monodon). Habitat aslinya adalah di perairan samudera
pasifik, tetapi spesies ini dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia
(Sukadi, 2004). Informasi ilmiah lebih rinci mengenai udang ini dijabarkan
dalam biologi udang putih vanname, meliputi : taksonomi dan anatomi, morfologi,
habitat dan daur hidup, pakan dan kebiasaan makan.
2.3 Morfologi
Udang Vannamei
Udang
putih vaname termasuk dalam famili Penaidae, karena itu sifat umum
morfologi sama dengan udang windu. Tubuh udang putih vaname secara
morfologis dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu cephalotorax atau
bagian kepala dan dada serta bagain abdomen atau perut. Bagian chepalotorax
terlindung oleh chitin yang tebal yang dinamakan carapace. Kulit chitin
pada udang penaeid, akan selalu mengalami pergantian kulit setiap kali tubuhnya
akan membesar, setelah itu kulitnya akan mengeras kembali (Wyban & Swynee,
1991). Morfologi selengkapnya dituangkan dalam Gambar 1.
2.4 Habitat dan Penyebarannya
Habitat udang
berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari setiap fase dalam
daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan hidup pada permukaan
dasar laut. Habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang lembut
(soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Udang putih vanname sangat menyukai daerah dasar. Terutama di
bawah garis pantai pada kedalaman 72 m
(235 kaki) (Elovaara, 2001). Pada umumnya post larva ditemukan
disepanjang pantai dan paling banyak di daerah hutan mangrove. Ekosistem ini
merupakan tempat yang sesuai untuk
berlindung dan mencari makan (Wyban & Sweeney, 1991) .
2.5 Sifat dan tingkah laku
2.5.1 Pergantian Kulit
(Moulting)
Khairuman (2004), berpendapat bahwa moulting merupakan proses biologis yang dipengaruhi oleh umur, jumlah dan kualitas
pakan serta lingkungan hidup udang. Kulit udang terdiri dari chitin yang tidak elastis, sehinga
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan udang. Mekanisme pergantian kulit
ini diatur oleh hormon yang dihasilkan oleh salah satu kelenjar yang terdapat
pada pangkal tangkai mata. Sebelum berganti kulit biasanya nafsu makan udang
berkurang, tidak banyak bergerak dan mata terlihat suram. Proses pelepasan
kulit lama digantikan dengan kulit baru disebut ecdysis. Pada udang muda pergantian kulit lebih cepat daripada
udang dewasa. Haliman dan Adijaya, (2005) berpendapat bahwa siklus pergantian
kulit (moulting) sebagai berikut:
a.
Akumulasi simpanan mineral dan organik, terutama kalsium, pada
eksosekelon mengeras dan mulai retak (proecdysis
atau premoult).
b.
Cangkang yang telah tua dilepaskan (ecdysis
moult atau exuviation).
c.
Cangkang diperkuat dengan pengaturan matrik organik dan garam-garam
anorganik, cangkang mengeras dan kondisi psikologis kembali normal, udang belum
mau makan dan berlindung dari tempat terbuka (meecdysis atau postmoult).
d.
Cangkang mengeras, kalsium daerah rendah dan pengapuran pada “integumen”
maksimum (intermoult).
2.5.2
Pakan dan Kebiasaan Makan
Ø Pemeliharaan larva udang memerlukan
ketersediaan pakan yang cocok. Mikroalga uniseluler telah dicoba dalam berbagai
situasi pemeliharaan, khususnya dari jenis diatom berupa chaetoceros dan
skeletonema costatum. Teknik kultur untuk jenis-jenis ini telah
berkembang dengan baik (Nurdjana, 1992).
Ø Udang penaeid memiliki sifat nocturnal, yaitu aktif mencari makan
pada malam hari. Pada waktu siang hari lebih suka beristirahat, baik
membenamkan diri dalam lumpur maupun menempel pada suatu benda yang terbenam
dalam air (Nurdjana et al., 1989). Makanannya berupa jenis
crustacea kecil, dan cacing laut. Udang penaeid di alam bersifat omnivora dan pemakan bangkai, tetapi
secara umum merupakan predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat
(Felix & Perez 2002). Lebih lanjut Wyban & Sweeny (1991), menyatakan
bahwa pakan yang diberikan untuk induk berupa cumi 16% total berat tubuh dan
10% berupa cacing laut serta pemberian pakan enam kali sehari.
2.5.3 Kanibalisme
Udang putih vannamei
mempunyai sifat kanibal. Kanibal adalah sifat suka memangsa jenisnya sendiri.
Sifat ini sering muncul pada udang yang sehat, yang sedang tidak ganti kulit.
Mangsanya adalah udang-udang yang sedang ganti kulit (moulting). Keadaan
kekurangan makanan, sifat kanibal akan tampak pada waktu udang tingkatan mysis (Mudjiman dan Suyanto, 1989).
2.6 Pengolahan kualitas air
2.6.1
Aplikasi Probiotik
Probiotik berasal dari kata pro berarti mendukung dan biotik berarti
lingkungan hidup. Jadi, probiotik adalah mikroorganisme hidup yang sengaja
diberikan dengan harapan memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan
inang (FAO/WHO. 2001 dalam Poernomo,
2004).
Probiotik
adalah suplementasi (penambahan) sel mikroba atau komponen sel mikroba pada
pakan atau lingkungan hidupnya, yang menguntungkan inangnya. Pada akuakultur,
probiotik dapat berasal dari bakteri, yeast, mikroalgae serta bakteriofag. Jenis – jenis
yang biasa diberikan untuk merangsang
pertumbuhan plankton antara lain : kombinasi Bacillus subtilis, Bacillus polymyxa, Bacillus megaterium 2.
Menurut
Suprapto (2005), pemberian probiotik dalam tambak udang intensif, dapat
dilakukan dengan dua cara, pertama melalui lingkungan (air media dan dasar
tambak) yang akan bekerja melalui mekanisme bioremediasi
dan bioinhibitor. Kedua melalui oral (dicampur dengan pakan) yang
akan bekerja dalam meningkatkan kekebalan tubuh, memperbaiki pencernaan,
menyeimbangkan mikroflora dalam usus dan sebagai protein sel tunggal.
2.6.2
Parameter Kualitas Air
a. Suhu
Suhu air sangat erat dengan konsentrasi oksigen terlarut
dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu berbanding terbalik dengan
konsentrasi jenuh oksigen terlarut (Boyd, 1979). Menurut Ahmad (1988), suhu air
optimal bagi udang berkisar antara 28 – 30 0C dan pada suhu tersebut
konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat
tubuh/jam. Pada suhu 18 – 25 0C udang masih bisa hidup,
tetapi nafsu makannya menurun (Poernomo, 2004).
Lebih lanjut dikatakan bahwa, selain
berpengaruh langsung suhu air juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap
udang. Laju reaksi kimia dalam air berlipat dua untuk setiap kenaikan 10 0C.
Pada suhu tinggi bersamaan pH yang tinggi, laju keseimbangan amoniak lebih
cepat sehingga cenderung terjadi peningkatan NH3 sampai pada
konsentrasi yang mempengaruhi pertumbuhan udang. Suhu pertumbuhan udang antara
26-32 0C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam
tubuh udang akan berlangsung cepat
(Haliman dan Adijaya, 2005).
Effendie (2003), mengatakan bahwa suhu sangat berperan dalam
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Selanjutnya Boyd (1979), mengatakan
pada suhu tinggi laju reaksi keseimbangan amoniak lebih cepat sehingga
cenderung terjadi peningkatan konsentrasi NH3. Peningkatan ini dapat
mengakibatkan kematian pada udang akibat keracunan.
b.Kecerahan
Kecerahan indentik
dengan kepadatan plankton dan warna air. Kecerahan yang baik pada udang
berkisar 30 – 40 cm. Sedangkan warna air untuk budidaya udang adalah hijau muda
dan coklat muda karena mengandung banyak diatomae dan clorophyta (Effendi,
2003).
c. Salinitas (Kadar Garam)
Menurut Boyd (1996), udang
sebenarnya termasuk hewan euryhalin yaitu hewan yang menyesuaikan diri terhadap
rentang kadar garam yang lebar. Namun karena dibudidayakan secara komersial,
rentang kadar garam optimal perlu dipertahankan. Pada rentang kadar garam
optimal (12-20) energi yang digunakan untuk mengatur keseimbangan kepekatan
cairan tubuh dan air tambak (osmoregulasi) cukup rendah sehingga sebagian besar
energi asal pakan dapat digunakan untuk pertumbuhan.
Haliman dan
Adijaya (2005), menyebutkan bahwa udang muda yang berumur 1-2 bulan memerlukan
kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhannya optimal. Setelah umurnya lebih dari 2
bulan, pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 5-30 ppt. Pada salinitas
tinggi, pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu.
Apabila salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi
lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan.
Menurut
Boyd (1979), salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik dari sel-sel
organisme, perubahan yang drastis dan melewati batas toleransi dapat
menyebabkan kematian bagi organisme yang ada pada perairan.
Menurut Buwono (1993), bahwa salinitas air terlalu
tinggi dapat menghambat terjadinya proses ganti kulit (moulting). Pertumbuhan
udang akan lebih cepat pada salinitas antara 5-10 ppt tapi lebih sensitif
terhadap penyakit.
d. Derajat keasaman (pH)
Menurut Boyd (1979), bahwa derajat keasaman atau pH adalah
negatif dari logaritma konsentrasi ion hydrogen (H+). Apabila
konsentrasi ion (OH-) meningkat dalam air, makin rendah ion H+
dan makin tinggi nilai pHnya maka cairan bersifat alkalis. Sebaliknya
semakin banyak ion H+, makin rendah pH cairan dan
bersifat asam. Menurut Chamberlain (1989), bahwa tingkat pH atau derajat
keasaman air bisa berpengaruh secara dramatis atas tingkat toksisitas amonia
dan hidrogen sulfida (H2S). Disamping itu, pH banyak berkaitan pula
dengan kesanggupan pelarutan senyawa – senyawa tertentu, sedangkan beberapa
diantaranya berpengaruh terhadap kesuburan air. Tingkat pH kolom air berfluktuasi sesuai dengan
kegiatan fotosintetik dan pernafasan yang terjadi, yaitu mulai dari angka
rendah pada waktu fajar sampai tinggi pada pertengahan sore.
Suyanto
dan Mudjiman (2002), mengatakan bahwa pada sore hari pH air biasanya lebih
tinggi daripada pagi hari. Penyebabnya adalah kegiatan fotosintetis
fitoplankton dalam air yang menyerap CO2. Oleh kegiatan fotosintetis
itu CO2 menjadi sedikit, sedangkan di pagi hari CO2
banyak sebagai hasil dari kegiatan pernapasan binatang maupun fitoplankton dan
juga pembusukkan di dalam air.
Haliman dan Adijaya (2005), menyatakan yaitu kisaran nilai pH yang ideal untuk
pertumbuhan udang adalah 7,5-8,5.
e. Plankton
Beberapa plankton jenis diatom, chlorophyceaea, crustacea,
kecil dan zooplankton merupakan makanan alami yang baik untuk udang. Namun demikian,
banyak jenis cyanophyceae, dinophyceaea serta protozoa tidak baik bahkan
merugikan udang. Oleh karena itu keberadaannya harus selalu dimonitor
(Dirjenbud, 2006).
Warna hijau gelap
merupakan indikasi air yang di dominasi oleh warna hijau dari jenis chlorella, kadang juga ditemukan dumalillela dan plaity monas, carteria, chlamidomonas pada tambak bersalinitas
rendah, seendemus dan euglena lebihdomina warna hijau muda ini
favorit, karena stabil namun bila kecerahan nya tinggal 30 cm, banyak udang
yang akan terserang penyakit.
Warna
hijau biru memberikan dominasi warna hijau biru. Dengan meninngkatnya suhu air rata – rata, pada kondisi banyak terjadi
kasus penyakit, seperti cangkang lunak,
udang berwarna pucat dan pertumbuhan nya lambat.
Ditemukan hingga 70 %
adalah Genus oscilfornia, phormidum dan microccoleus. Pada warna air ini juga
banyak penyebaran penyakit.
Setiap hari harus
dilakukan pengecekan kualitas air salah satunya adalah suhu air, PH air,
kejernihan air dan menjaga kebersihan
disekitar tambak. Mengidentifikasi bibit
– bibit penyakit ditambak apakah ada tidaknya penyakit.
2.7 Penyamplingan
Sampling pertama dilakukan dengan menggunakan jala tebar (luas 4 m2)
pada saat udang berumur 29 hari, sedangkan sampling susulan dilakukan setiap
satu minggu sekali. Lokasi penebaran jala mengambil lima titik yaitu pada
setiap sudut tambak dan di tengah pelataran tambak, udang yang masuk jala di
masukkan ke dalam bak kemudian dihitung jumlah dan ditimbang beratnya. Hasil
penghitungan dan penimbangan dijadikan acuan untuk menentukan Average Body Weight (ABW), Average Daily Growth (ADG), Biomassa
udang, Populasi udang, Size udang, Survive
Rate (SR) dan Nilai Feed Convertion Ratio
(FCR).
Berat rata - rata udang dalam waktu
tertentu (Average Body Weight) dihitung
dengan mengkonversikan hasil perhitungan berdasarkan rumus Raharjo et al., (2003).
2.8 Pemanenan
Panen merupakan suatu akhir periode suatu budidaya udang
vaname yang ditunggu-tunggu oleh para petambak. Udang vaname dapat dipanen
setelah berumur sekitar 120 hari dengan berat tubuh berkisar 16-20 gram/ekor
(Haliman dan Adijaya, 2005). Terdapat dua cara pemanenan yang umumnya dipakai
yaitu panen parsial
(sebagian) dan panen total. Panen persial sebagian
dilakukan menggunakan jala tanpa melakukan pengurangan air, sedangkan panen
total dilakukan dengan menurunkan dan menguras habis air di dalam petekan
tambak ( Illyas et al., 1987).
Panen
harus mempertimbangkan aspek harga dan ukuran udang. Sebelum mengalami panen sudah harus di sampling terlebih dahulu
untuk mengetahui umur,pertumbuhan dan kesehatan
udang tersebut. Panen di lakukan setelah umur pemeliharaan 100-110 hari.
Perlakuan sebelum panen adalah pemberian kapur dolomite sebanyak 80kg/ha (tinggi air tambak 1m), dan
mempertahankan ketingian air tambak (tidak ada pergantian air tambak) selama
2-4hari yang bertujuan agar udang tidak mengalami proses ganti kulit (moulting)
pada saat panen .selain itu di siapkan peralatan panen berupa keranjang panen/blong panen , jarring yang di
pasang di pintu air di lakukan dengan menurunkan volume air secara gravitasi
.Sebaiknya panen di lakukan pada malam hari yang bertujuan untuk mengurangi
resiko kerusakan mutu udang , karena udang hasil panen sangat peka terhadap
sinar matahari .udang hasil tangkapan juga harus di cuci kemudian di rendam es,
selanjutnya di bawa dike cold storage .dengan pola tradisional plus produksi
udang vannamei 835-1050 kg/ha/musim tanam dengan sintasan 60-96% ukuran panen
antara 55-65 ekor/kg.
III.
METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan tempat
Kegiatan pendidikan sistem ganda (PSG ) Tentang
pembesaran udang vanname ( Litopenaeus Vannamei
) yang di laksanakan pada tanggal 07 Januari 2014 – 4 Mei 2014. yang bertempat di tambak PT.WINDU BULUSAN
Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi provinsi Jawa Timur.
3.2 Kegiatan yang dilaksanakan
Kegiatan
yang dilaksanakan pada praktek system ganda ( PSG ) di Tambak PT.WINDU BULUSAN
adalah :
v
Pesiapan Lahan
1.
Pengeringan
2.
Pembasmian hama
3.
Pengisian air
4.
Pemupukan
v
Pembesaran
1.
Penebaran benur
2.
Pemberian pakan
3.
Pemupukan susulan
4.
Penyamplingan
5.
Pengontrolan kualitas air
3.3 Alat
dan bahan
Ø Alat
Peralatan yang akan digunakan pada saat Praktek seperti
pada dalam tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Alat yang akan
digunakan selama praktek
No.
|
Alat
|
Ketelitian
|
Spesifikasi
|
Kegunaan
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
1.
|
Peti panen
|
Max 200 kg
|
Fiber,
(1 x 0,75 m)
|
penyimpan udang hasil panen
|
2.
|
Ember Plastik
|
Plastik
|
Volume 20 liter
|
Mempermudah
kegiatan harian tambak pada saat member
pakan/tritmen
|
3.
|
Genset
|
40-60 kva
|
Mesin diesel generator AVR
|
Sumber listrik utama
|
4.
|
Gunting
|
Stainlless steel
|
25 cm
|
Membuka sak pakan
|
5
|
Mobil
|
15 hp
|
Fiber
|
Transportasi sarana produksi, hasil panen
|
11.
|
Serok Waring
|
0,5 cm
|
PE
|
Membersikan kotoran dan mengambil kotoran
|
12.
|
Timbangan
|
1 kg
|
50 kg x 200g
|
Menimbang pakan dan mengukur ketelitian berat
udang saat sampling
|
13.
|
Hand Refraktometer
|
1 ppt
|
Manual
|
Mengukur salinitas
|
14.
|
Meteran patok
|
0,5 m
|
Kayu
|
Mengukur pasang surut
|
15.
|
Stopwatch
|
1 detik
|
Digital
|
Mengukur waktu
|
16.
|
Secchi Disk
|
1 cm
|
Kayu dan Tali
|
Mengukur kecerahan
|
17.
|
Kertas lakmus
|
1
|
Test Kit
|
Mengukur pH air
|
18.
|
DO meter
|
1 ppm
|
Digital
|
Mengukur kandungan oksigen terlarut
|
20.
|
Termometer
|
1 0C
|
Alkohol
|
Mengukur suhu
|
Ø
Bahan
Bahan
yang digunakan selama Praktek dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2.
Bahan yang akan digunakan selama praktek
No.
|
Bahan
|
Spesifikasi
|
Kegunaan
|
1.
|
Air Tawar
|
0%
|
Untuk memancing air laut pada saat penyedotan
bisa keluar dan di masukanke petakan ,mencampurkan pakan
|
2.
|
Obat-obatan
|
Lactobacilu.sp dan vitamin B&C
|
Penanggulangan penyakit
|
3.
|
Pakan
|
Plaknton dan pelet
|
Nutrisi
|
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan Tambak
·
Pengeringan
Tambak yang digunakan berbentuk persegi
panjang.Sebelum digunakan tambak di keringkan dengan cara mengeluarkan semua
air melalui pintu pengeluaran (outlet)
sampai keadaan tambak benar-benar kering,setelah itu tanah dasar tambak di
jemur selama 3-4 hari sampai keadaan tambak kering,hal ini bertujuan agar
tambak bebas dari hama pengganggu dan pemangsa,selain itu dinding tambak di
beri kaporit agar hama yg masih menempel ikut hilang,selanjutnya dinding tambak
di sikat sampai benar – benar bersih dan di siram pakai air.
·
Pemupukan
Pemupukan tanah dasar
kolam bertujuan untuk meningkatkan kesuburan kolam ,memperbaiki struktur tanah
dan menghambat peresapan air pada tanah tanah yang porous serta menumbuhkan
phytoplankton dan zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami benur. Jenis
pupuk yang biasa digunakan yaitu:pupuk
urea,pupuk za,pupuk stabilizer tipe a dan b,super kp,CaCl magnesium,dan bakteri
yang berupa lactobacillus sp dan bacillus sp.
4.2
Pengisian air
Pengisian
air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan air
dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap . ketinggian air tersebut dibiarkan
dalam tambak selama 10
– 14
jam
sampai kondisi air benar – benar siap untuk ditebari benih – benih udang.
Tinggi air di petak pembesaran di upayakan 120 - 140 cm.sebelum di isi benur petakan di beri triklur dengan dosis 10 ppm untuk satu petakan kemudian di campur air
.setelah tercampur air triklur
tersebut di siramkan ke petakan secara merata .tujuanya adalah agar
bakteri/virus di dalam tanah mati jadi saat petakan terisi bakteri/virus tidak
mengakibatkan penyakit dalam udang vanname.selain itu air tendon sebelum masuk petakan perlu di
kasih triklur,superdetox dan H2O2.
4.3 Penebaran benur
Penebaran benur udang vannamei dilakukan setelah plankton
tumbuh baik (2
– 7
hari). Sesudah pemumupukan Benur vannamei
yang digunakan adalah PL 9
berat
awal 0,001 gr/ekor diperoleh yang diperoleh dari hatchery Di W.K Aminoto yang telah mendapatkan
rekomendasi bebas patogen, Spesific Pathogen Free (SPF). Kriteria benur udang vannamei yang baik adalah mecapai ukuran
PL 9
atau organ insangnya telah sempurna, seragam atau rata, tubuh benih udang dan
usus terlihat jelas.
Sebelum benur ditebar,
terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi
terhadap suhu dengan cara mengapung kan kantong plastik yang berisi benur ditambak perlahan – lahan.
aklimatisasi terhadap salinitas dilakukan dengan membuka kantong dan diberi air secukupnya lalu kantong plastik di tutup dan bolak
balikan kantong plastik lalu keluarkan isi plastik dengan menarik kantong
plastik yang bawah hal itu di lakukan
sampai 2x. Penebaran benur vanname
dilakukan pada saat malam
hari antara jam
02.00-04.00 dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3.
Jumlah/Padat tebar benur
PETAKAN
|
LUAS
|
JUMLAH BENUR
|
Petak 1
|
2.550m2
|
371.200
|
Petak 3
|
2.740m2
|
385.000
|
Petak 4
|
3505m2
|
498.000
|
Petak 5
|
450m2
|
65.800
|
4.4 Pemberian pakan
Agar udang Vannamei yang dipelihara dapat hidup dan
tumbuh sempurna, jenis pakan, kandungan protein, dosis, dan frekuensi pemberian
pakan harus diperhatikan. Pakan yang diberikan pada udang Vannamei adalah pakan alami
berupa plankton sejenis dan pakan
buatan berupa pelet yang sudah ditambah
dosis protein nya.
Standart
kandungan protein dalam pakan yang diberikan pada udang Vannamei memilki nilai optimum 35 – 40%. Dosis yang harus diberikan
adalah 3% dari bobot badan udang Vannamei
hidup dengan frekuensi pemberian pakan yang diberikan pakan 4 - 5 kali per hari yaitu jam (06.30),(10.30),(02.00),(18.30),(22.30)
kalau udang berumur 1 bulan.Awal benur datang di beri pakan
artemia ,umur 2 hari benur di beri pakan yg berupa pellet halus yang di campur
dengan bakteri,umur 1 bulan pakan di campur vitamin B dan C bisa juga pakan di
campur dengan chitosan.nganco pakan
udang berumur 25-30 hari dan bisa di anho.
4.5 Pengontrolan kualitas air
Parameter parameter kualitas air akan
mempengaruhi proses metabolisme udang, seperti keaktifan mencari pakan, proses
pencernaan dan pertumbuhan udang.
a. Suhu
air
Suhu optimal pertumbuhan udang vanname di
windu bulusan antara 28-320 C. Jika suhu lebih dari angka
optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat. Imbasnya
pada pada kebutuhan oksigen terlarut menigkat.
b. Salinitas
dan pH air
Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang
memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Salinitas
yang berada di tambak bulusan yaitu 30-34 ppt. pH merupakan merupakan parameter air untuk mengetahui derajat keasaman. Air
tambak memiliki pH yang ideal di windu bulusan antara 7,5-8.
c. Kandungan
oksigen terlarut (DO)
Kandungan oksigen (dissolved oxigen, DO) sangat mempengaruhi metabolisme tubuh
udang. Kadar oksigen terlarut yang berada di tambak windu bulusan antara 3,5-4 ppm. Pada siang hari tambak akan
memiliki angka DO yang cendrung tinggi karena ada fotosintesis plankton yang
menghasilkan oksigen keadaan
sebaliknya terjadi pada malam hari namun demikian DO pada malam hari dianjurkan
tidak kurang dari 3,5
ppm.
d.Kecerahan
Kecerahan indentik
dengan kepadatan plankton dan warna air. Kecerahan yang baik pada udang
berkisar 40-50
cm.
4.6 Penyamplingan
Sampling pertama dilakukan dengan menggunakan mengambil udang di ancho pada
saat udang berumur 30-40 hari, sedangkan sampling susulan dilakukan udang
berumur 50-60 hari dengan menggunakan jala satu minggu 1 kali. Lokasi penebaran
jala mengambil 1 sudut tambak dan di
tengah pelataran tambak, udang yang masuk jala di masukkan ke dalam bak
kemudian dihitung jumlah dan ditimbang beratnya. Hasil penghitungan dan
penimbangan dijadikan acuan untuk menentukan Average Body Weight (ABW), Average
Daily Growth (ADG), Biomassa udang, Populasi udang, Size udang, Survive Rate (SR)
1.
Menentukan Average
Body Weight (ABW)
ABW= 1000
SIZE
|
2.Menentukan
size udang
Size = jumlah ekor udang yang terjala
Berat udang
|
3.
Average Daily Growth
(ADG)
ADG = Berat
yang sekarang-berat yang lalu
Interval sampling (hari)
|
4.Survivel Rate (SR)
SR = Biomassa x size x100%
Jumlah tebar
|
4.7 Pemanenan
Panen merupakan suatu akhir periode suatu budidaya udang
vaname yang ditunggu-tunggu oleh para petambak. Udang vaname dapat dipanen
setelah berumur sekitar 70 hari dengan size 115-135 dengan jumlah
panen 5 kwintal petakan kecil dan petakanbesar 2-2,5ton. Panen terdapat dua cara pemanenan yang umumnya dipakai yaitu
panen parsial
(sebagian) dan panen total. Panen persial sebagian
dilakukan menggunakan jala tanpa melakukan pengurangan air, sedangkan panen
total dilakukan dengan menurunkan pintu waring dan
menguras habis air di dalam petekan tambak .
Panen
harus mempertimbangkan aspek harga dan ukuran udang. Sebelum mengalami panen sudah harus di sampling terlebih dahulu
untuk mengetahui umur,pertumbuhan dan kesehatan
udang tersebut..selain itu di siapkan peralatan panen berupa keranjang
panen/blong panen
, jarring yang di pasang di pintu air di lakukan dengan menurunkan volume air
secara gravitasi ,panen
di lakukan pada siang
hari sampai malam
hari.udang
hasil tangkapan di bawa ke
pengesize untuk di sotir dan udang juga harus di cuci
kemudian di rendam es, selanjutnya di bawa dike cold.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil PSG (Pendidikan Sistem Ganda) dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tehnik
pembesaran yang di lakukan di tambak percontohan Dinas Kelautan dan Perikanan
adalah secara intensif.
2. Pakan yang di
berikan berupa pakan alami yang melalui pemupukan dan pakan buatan berupa pellet.
3. Pengontrolan
kualitas air selain menggunakan kincir sebagai penyuplai oksigen terlarut, juga
dilakukan pergantian air secara rutin pada saat air pasang tertinggi
4.
Pertumbuhan udang vanname dari awal penebaran seberat 0,001g hingga 15 hari
mencapai 0,1g berarti selisihnya
0,08g,jdi pertumbuhan berat badan/harinya adalah 0,05g atau 25%
pertumbuhan dari berat badan semula.Sedangkan pada umur 43 berat/ekor 8g hingga
mencapai umur 50 hari beratnya 11g berarti selisih pertumbuhannya 3g jadi
pertumbuhan berat badan/harinya adalah 0,375g atau 4,7% pertumbuhan dari berat
badan semula.
5.2 Saran
1.
Udang vanname yang dibudidayakan sebaiknya dalam
pemeliharaan benur benar-benar diperhatikan kualitasnya karena apabila benur
kurang berkualitas akan menyebabkan mortalitas yang tinggi.
2. Proses
pembesaran udang vanname banyak dipengaruhi keadaan cuaca yang efeknya
berpengaruh terhadap goncangnya kualitas air, sebaiknya pengontrolan terhadap
kualitas air lebih ditingkatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
BBAP Situbondo, 2006. Pembenihan Udang Vannamei. Standarisasi dan Informasi Situbondo.
Felix, G.L dan M. Perz, 2002. Current Status of Pacific White shrimp Litopenaeus vannamei. Departemento
de Investigaciones Tecnologicas. Universitad de Sonora. Mexico.
Haliman R.W dan D. Adijaya, 2006. Udang Vannamei. Penebar Swadaya.
Jakarta
Haliman R.W dan D. Adijaya, 2005. Klasifikasi
Udang Vaname.
Penebar Swadaya. Jakarta
Khairuman dan
K. Amri. 2004. Budidaya Udang Galah
Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta
Mujiman.A,
dan Suyanto. S.R, 1989. Budidaya Udang
Windu. Penebar Swadaya. Jakarta
Nurdjana.M.L., H. Woro. C. Korkakin 1992. Teknologi Pemeliharaan Larva (Larval
Rearing Technologi). Ditjenkan, Jakarta
Nurdjana.M.L., B.S Ranoemihardjo., Kokarkin 1986. Produksi
Induk masak Telur dalam Pembenihan Udang Windu. INFIS Seri No 27.
Direktorat jendral Perikanan dan Internasional Devolepment Reseach Centere
Sukadi, M.F, 2004. Vannamei, Fenomena Baru Dalam Bisnis Budidaya Udang. Buletin
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Suyato R dan
Takarina.,2009. Budidaya Udang Vaname.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Wyban, J. A dan Sweeney, J. 1991. Intensif Shrimp Production Technology.
Honohulu, Hawaii,
USA 96825
Suprapto. 2005. Peranan Probiotik dalam Budidaya Udang
Intensif. Disampaikan pada Kuliah Tamu di Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya. Malang.
Poernomo. A. 2004. Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi
Permasalahan Tambak Udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah Dipresentasikan
Pada Pertemuan UPT Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.
Effendi. H. 2003.
Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Jakarta.
Hal 148-152.
Raharjo. P. S.,
Sutikno, Subiyanto dan Adijaya. D. 2003.
Petunjuk Teknis Budidaya Udnag Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sistem
Resirkulasi Tertutup. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar