Senin, 17 Oktober 2016

laporan udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

LAPORAN PSG
(PENDIDIKAN SISTEM GANDA)


TEKNIK PEMBESARAN UDANG
VANAME (Litopenaeus vannamei)
DI WINDU BULUSAN BANYUWANGI



  
 



Di susun oleh :
AGUS WAHYUDI

PROGRAM KEAHLIAN AGRIBISNIS PERIKANAN
SMK NEGERI 1 GLAGAH
BANYUWANGI
2013/2014


LEMBAR PENGESAHAN

Judul                               :Teknik Pembesaran Udang Vaname ( Litopenaeus Vannamei )
Di susun oleh                  :Agus Wahyudi
Progam keahlian           :Agribisnis perikanan
Disahkan di                    :BANYUWANGI


          Pembimbing Sekolah,                                                     Pembimbing Lapangan,



(RIRIN PUJIRAHAYU, S.Pi)                                             (DAVID WAHYU AJAR P.)


Ka. Sie. Agribisnis Perikanan,



(IMAM PRIBADI, S.Pi)
NIP.197308122000122001



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan laporan hasil PSG (PENDIDIKAN SISTEM GANDA ) ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Selama proses pembuatan/penyusunan laporan ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1.      Bapak H .Paidi, S.ST ,M.T selaku kepala sekolah SMKN 1 GLAGAH BANYUWANGI
2.      Bapak Ir. Hardi Pitoyo selaku pemilik tambak PT.Windu Bulusan,
3.      Bapak David Wahyu Ajar Pamungkas, selaku pembimbing lapangan/tehknisi di Tambak PT. Windu Bulusan,
4.      Bapak Imam Pribadi,S.Pi, selaku Kepala Program Studi Agribisnis Perikanan yang telah memberikan motivasi serta bimbingan kepada penulis,
5.      Ibu Ririn selaku guru  pembimbing PSG,
6.      Seluruh karyawan PT. Windu Bulusan, atas bantuan dan arahan yang telah diberikan selama PSG,
7.      Bapak Ibu guru SMKN 1 GLAGAH BANYUWANGI yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sebelum pelaksanaan PSG,
8.      Kepada orang tua dan teman-teman yang selama ini telah memberi motivasi maupun dukungan serta do’a.

Penulis menyadari bahwa laporan PSG ( Pendidikan Sistem Ganda ) masih jauh dari kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.


                                                                                                                             Banyuwangi, 4 Mei 2014
                                                                                                                             Penulis,


                                                                                                                           Agus Wahyudi
 
 







DAFTAR ISI
                                                                                                      
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ...ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iv
BAB I .PENDAHULUAN........................................................................... ..6
1.1   Latar Belakang..................................................................................6
  1.2  Tujuan................................................................................................6
        1.3 Manfaat...............................................................................................7
BAB II  .TINJAUAN PUSTAKA...................................................................8
2.1     Klasifikasi Udang Vannamei..............................................................8
2.2      Biologi Udang Vannamei..................................................................8
2.3      Morfologi Udang Vannamei..............................................................8
2.4      Habitat dan Penyebarannya...............................................................9
2.5      Sifat dan Tingkah Laku.....................................................................9
2.5.1    Pergantian Kulit (Moulting)....................................................9
2.5.2   Pakan dan Kebiasaan Makan................................................10
 2.5.3   Kanibalisme………………………………………………..10
       2.6  Pengolahan kualitas air.....................................................................10
   2.6.1 Aplikasi probiotik...................................................................10
        2.6.2 Parameter kualitas air.............................................................11
2.7  Penyamplingan.................................................................................13
2.8  Pemanenan.......................................................................................14
BAB III.METODE.......................................................................................15
       3.1 Waktu dan tempat..............................................................................15
       3.2 Kegiatan yang di laksanakan............................................................15
       3.3 Alat dan bahan..................................................................................15
BAB IV  HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................18
4.1 Persiapan tambak..............................................................................18
4.2 Pengisian air......................................................................................18
4.3 Penebaran benur................................................................................18
4.4 Pemberian pakan...............................................................................19
4.5 Pengontrolan kualitas air...................................................................19
4.6 Penyamplingan..................................................................................20
4.7 Pemanenan........................................................................................21
BAB V PENUTUP.......................................................................................22
 5.1 kesimpulan…………………………………………………...……22
 5.2 saran………………………………………………………...……..22
DAFTAR PUSTAKA



I.      PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejak awal pengembangan budidaya udang, keberhasilan usaha yang diperoleh petambak terus meningkat. Namun sejak tahun 1996 produksi udang yang diperoleh cenderung menurun. Penurunan produksi terutama disebabkan oleh kegagalan budidaya udang di tambak akibat timbulnya berbagai macam penyakit terutama white spot dan vibriosis. Munculnya berbagai macam penyakit tersebut merupakan indikator telah terjadi degradasi lingkungan. Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan mengusahakan jenis udang baru yang dianggap memiliki peluang pasar ekspor, cepat tumbuh dan tahan terhadap penyakit (BBAP Situbondo, 2006).     
Udang putih Amerika Litopenaeus vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang Vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001, dan pada bulan mei 2002 pemerintah memberikan ijin kepada dua perusahaan swasta untuk mengimpor induk udang vannamei sebanyak 2000 ekor. Selain itu, juga mengimpor benur sebanyak 5 juta ekor dari Hawai dan Taiwan serta 300.000 ekor dari Amerika Latin. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangbiakkan oleh hatchery pemula. Sekarang usaha tersebut sudah dikomersialkan dan berkembang pesat karena peminat udang vannamei semakin meningkat (Haliman dan Adijaya, 2006).
             Perkembangan budidaya semakin maju, pengadaan nauplius untuk kebutuhan budidaya harus memenuhi 7 syarat tepat: tepat jenis, tepat ukuran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat tempat dan tepat harga. Oleh karena itu pemijahan udang harus ditangani secara profesional.
            
1.2 Tujuan
            Tujuan dari pendidikan  sistem ganda (PSG) adalah :
Penulis dapat mendapatkan ilmu di luar sekolah tentang pembesaran udang Vaname (Lintopenaeus Vannamei).
1. Mempelajari bagaimana cara kerja yang baik dan benar saat di dunia usaha.
2. Mengetahui jenis kegiatan dan peralatan yang ada di tambak PT.WINDU  BULUSAN   .
3. Mengetahui secara langsung cara pembesaran udang Vanname.
4.  Menambah pengalaman secara langsung.
5. Mengetahui secara langsung permasalahan yang terjadi di tambak.
6. Mempraktikan ilmu yang di terapkan di sekolah.
7. Menyelesaikan tugas yang di berikan di sekolah

1.3.Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan PSG ini adalah dapat mengetahui dan menguraikan Teknik pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) serta upaya-upaya yang dilakukan guna meningkatkan hasil produksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang lebih dan berkelanjutan.


II.   TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Udang Vannamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), Klasifikasi udang vannamei adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Subkingdom    : Metazoa
Filum               : Arthropoda
Subfilum         : Crustacea      
Kelas               : Malacostraca
Subkelas          : Eumalacostraca
Superordo       : Eucarida
Ordo                : Decapoda
Subordo          : Dendrobrachiata
Famili              : Penaeidea
Genus              : Litopenaeus
Spesies            : Litopenaeus vannamei

2.2 Biologi Udang Vannamei
Udang putih vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai pada saat dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Penaeus monodon). Habitat aslinya adalah di perairan samudera pasifik, tetapi spesies ini dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia (Sukadi, 2004). Informasi ilmiah lebih rinci mengenai udang ini dijabarkan dalam biologi udang putih vanname, meliputi : taksonomi dan anatomi, morfologi, habitat dan daur hidup, pakan dan kebiasaan makan.

2.3 Morfologi Udang Vannamei
Udang putih vaname termasuk dalam famili Penaidae, karena itu sifat umum morfologi  sama dengan udang  windu. Tubuh udang putih vaname secara morfologis dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu cephalotorax atau bagian kepala dan dada serta bagain abdomen atau perut. Bagian chepalotorax terlindung oleh chitin yang tebal yang dinamakan carapace. Kulit chitin pada udang penaeid, akan selalu mengalami pergantian kulit setiap kali tubuhnya akan membesar, setelah itu kulitnya akan mengeras kembali (Wyban & Swynee, 1991). Morfologi selengkapnya dituangkan dalam Gambar 1.

2.4 Habitat dan Penyebarannya
Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari setiap fase dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang lembut (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Udang putih vanname  sangat menyukai daerah dasar. Terutama di bawah garis  pantai pada kedalaman 72 m (235 kaki) (Elovaara, 2001). Pada umumnya post larva ditemukan disepanjang pantai dan paling banyak di daerah hutan mangrove. Ekosistem ini merupakan  tempat yang sesuai untuk berlindung dan mencari makan (Wyban & Sweeney, 1991)  .

2.5 Sifat dan tingkah laku
2.5.1 Pergantian Kulit (Moulting)            
Khairuman (2004), berpendapat bahwa moulting merupakan proses biologis yang dipengaruhi oleh umur, jumlah dan kualitas pakan serta lingkungan hidup udang. Kulit udang terdiri dari chitin yang tidak elastis, sehinga merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan udang. Mekanisme pergantian kulit ini diatur oleh hormon yang dihasilkan oleh salah satu kelenjar yang terdapat pada pangkal tangkai mata. Sebelum berganti kulit biasanya nafsu makan udang berkurang, tidak banyak bergerak dan mata terlihat suram. Proses pelepasan kulit lama digantikan dengan kulit baru disebut ecdysis. Pada udang muda pergantian kulit lebih cepat daripada udang dewasa. Haliman dan Adijaya, (2005) berpendapat bahwa siklus pergantian kulit (moulting) sebagai berikut:
a.       Akumulasi simpanan mineral dan organik, terutama kalsium, pada eksosekelon mengeras dan mulai retak (proecdysis atau premoult).
b.      Cangkang yang telah tua dilepaskan (ecdysis moult atau exuviation).
c.       Cangkang diperkuat dengan pengaturan matrik organik dan garam-garam anorganik, cangkang mengeras dan kondisi psikologis kembali normal, udang belum mau makan dan berlindung dari tempat terbuka (meecdysis atau postmoult).
d.      Cangkang mengeras, kalsium daerah rendah dan pengapuran pada “integumen” maksimum (intermoult).


2.5.2 Pakan dan Kebiasaan Makan
Ø  Pemeliharaan larva udang memerlukan ketersediaan pakan yang cocok. Mikroalga uniseluler telah dicoba dalam berbagai situasi pemeliharaan, khususnya dari jenis diatom berupa chaetoceros dan skeletonema costatum. Teknik kultur untuk jenis-jenis ini telah berkembang dengan baik (Nurdjana, 1992).
Ø  Udang penaeid memiliki sifat nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Pada waktu siang hari lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri dalam lumpur maupun menempel pada suatu benda yang terbenam dalam air (Nurdjana et al., 1989). Makanannya berupa jenis crustacea kecil, dan cacing laut. Udang penaeid di alam bersifat omnivora dan pemakan bangkai, tetapi secara umum merupakan predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat (Felix & Perez 2002). Lebih lanjut Wyban & Sweeny (1991), menyatakan bahwa pakan yang diberikan untuk induk berupa cumi 16% total berat tubuh dan 10% berupa cacing laut serta pemberian pakan enam kali sehari.

2.5.3 Kanibalisme                         
 Udang putih vannamei mempunyai sifat kanibal. Kanibal adalah sifat suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat ini sering muncul pada udang yang sehat, yang sedang tidak ganti kulit. Mangsanya adalah udang-udang yang sedang ganti kulit (moulting). Keadaan kekurangan makanan, sifat kanibal akan tampak pada waktu udang tingkatan mysis (Mudjiman dan Suyanto, 1989).

2.6 Pengolahan kualitas air
2.6.1 Aplikasi Probiotik
             Probiotik berasal dari kata pro berarti mendukung dan biotik berarti lingkungan hidup. Jadi, probiotik adalah mikroorganisme hidup yang sengaja diberikan dengan harapan memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan inang (FAO/WHO. 2001 dalam Poernomo, 2004).
            Probiotik adalah suplementasi (penambahan) sel mikroba atau komponen sel mikroba pada pakan atau lingkungan hidupnya, yang menguntungkan inangnya. Pada akuakultur, probiotik dapat berasal dari bakteri, yeast, mikroalgae serta bakteriofag. Jenis – jenis yang  biasa diberikan untuk merangsang pertumbuhan plankton antara lain : kombinasi Bacillus subtilis, Bacillus polymyxa, Bacillus megaterium 2.     
            Menurut Suprapto (2005), pemberian probiotik dalam tambak udang intensif, dapat dilakukan dengan dua cara, pertama melalui lingkungan (air media dan dasar tambak) yang akan bekerja melalui mekanisme bioremediasi dan bioinhibitor. Kedua  melalui oral (dicampur dengan pakan) yang akan bekerja dalam meningkatkan kekebalan tubuh, memperbaiki pencernaan, menyeimbangkan mikroflora dalam usus dan sebagai protein sel tunggal.           

2.6.2 Parameter Kualitas Air
a. Suhu
Suhu air sangat erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut (Boyd, 1979). Menurut Ahmad (1988), suhu air optimal bagi udang berkisar antara 28 – 30 0C dan pada suhu tersebut konsumsi oksigen mencapai    2,2 mg/g berat tubuh/jam. Pada suhu 18 – 25 0C udang masih bisa hidup, tetapi nafsu makannya menurun (Poernomo, 2004).
            Lebih lanjut dikatakan bahwa, selain berpengaruh langsung suhu air juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap udang. Laju reaksi kimia dalam air berlipat dua untuk setiap kenaikan 10 0C. Pada suhu tinggi bersamaan pH yang tinggi, laju keseimbangan amoniak lebih cepat sehingga cenderung terjadi peningkatan NH3 sampai pada konsentrasi yang mempengaruhi pertumbuhan udang. Suhu pertumbuhan udang antara 26-32 0C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat  (Haliman dan Adijaya, 2005).
Effendie (2003), mengatakan bahwa suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Selanjutnya Boyd (1979), mengatakan pada suhu tinggi laju reaksi keseimbangan amoniak lebih cepat sehingga cenderung terjadi peningkatan konsentrasi NH3. Peningkatan ini dapat mengakibatkan kematian pada udang akibat keracunan.

b.Kecerahan
Kecerahan  indentik dengan kepadatan plankton dan warna air. Kecerahan yang baik pada udang berkisar 30 – 40 cm. Sedangkan warna air untuk budidaya udang adalah hijau muda dan coklat muda karena mengandung banyak diatomae dan clorophyta (Effendi, 2003).

c. Salinitas (Kadar Garam)
            Menurut Boyd (1996), udang sebenarnya termasuk hewan euryhalin yaitu hewan yang menyesuaikan diri terhadap rentang kadar garam yang lebar. Namun karena dibudidayakan secara komersial, rentang kadar garam optimal perlu dipertahankan. Pada rentang kadar garam optimal (12-20) energi yang digunakan untuk mengatur keseimbangan kepekatan cairan tubuh dan air tambak (osmoregulasi) cukup rendah sehingga sebagian besar energi asal pakan dapat digunakan untuk pertumbuhan.
            Haliman dan Adijaya (2005), menyebutkan bahwa udang muda yang berumur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhannya optimal. Setelah umurnya lebih dari 2 bulan, pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 5-30 ppt. Pada salinitas tinggi, pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu. Apabila salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan.
            Menurut Boyd (1979), salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik dari sel-sel organisme, perubahan yang drastis dan melewati batas toleransi dapat menyebabkan kematian bagi organisme yang ada pada perairan. Menurut   Buwono (1993), bahwa salinitas air terlalu tinggi dapat menghambat terjadinya proses ganti kulit (moulting). Pertumbuhan udang akan lebih cepat pada salinitas antara 5-10 ppt tapi lebih sensitif terhadap penyakit.

d. Derajat keasaman (pH)
Menurut Boyd (1979), bahwa derajat keasaman atau pH adalah negatif dari logaritma konsentrasi ion hydrogen (H+). Apabila konsentrasi ion (OH-) meningkat dalam air, makin rendah ion H+ dan makin tinggi  nilai pHnya  maka cairan bersifat alkalis. Sebaliknya semakin banyak ion H+­, makin rendah pH cairan dan bersifat asam. Menurut Chamberlain (1989), bahwa tingkat pH atau derajat keasaman air bisa berpengaruh secara dramatis atas tingkat toksisitas amonia dan hidrogen sulfida (H2S). Disamping itu, pH banyak berkaitan pula dengan kesanggupan pelarutan senyawa – senyawa tertentu, sedangkan beberapa diantaranya berpengaruh terhadap kesuburan air. Tingkat  pH kolom air berfluktuasi sesuai dengan kegiatan fotosintetik dan pernafasan yang terjadi, yaitu mulai dari angka rendah pada waktu fajar sampai tinggi pada pertengahan sore.
               Suyanto dan Mudjiman (2002), mengatakan bahwa pada sore hari pH air biasanya lebih tinggi daripada pagi hari. Penyebabnya adalah kegiatan fotosintetis fitoplankton dalam air yang menyerap CO2. Oleh kegiatan fotosintetis itu CO2 menjadi sedikit, sedangkan di pagi hari CO2 banyak sebagai hasil dari kegiatan pernapasan binatang maupun fitoplankton dan juga pembusukkan di dalam air. Haliman dan Adijaya (2005), menyatakan yaitu kisaran nilai pH yang ideal untuk pertumbuhan udang adalah 7,5-8,5.

e. Plankton
            Beberapa plankton  jenis diatom, chlorophyceaea, crustacea, kecil dan zooplankton merupakan makanan alami yang baik untuk udang. Namun demikian, banyak jenis cyanophyceae, dinophyceaea serta protozoa tidak baik bahkan merugikan udang. Oleh karena itu keberadaannya harus selalu dimonitor (Dirjenbud, 2006).
Warna hijau gelap merupakan indikasi air yang di dominasi oleh warna hijau dari jenis chlorella, kadang juga ditemukan dumalillela dan plaity monas, carteria, chlamidomonas pada tambak bersalinitas rendah, seendemus dan euglena lebihdomina warna hijau muda ini favorit, karena stabil namun bila kecerahan nya tinggal 30 cm, banyak udang yang akan terserang penyakit.
            Warna hijau biru memberikan dominasi warna hijau biru. Dengan meninngkatnya suhu  air rata – rata, pada kondisi banyak terjadi kasus penyakit, seperti cangkang lunak,  udang berwarna pucat dan pertumbuhan nya lambat.
Ditemukan hingga 70 % adalah Genus  oscilfornia, phormidum dan microccoleus. Pada warna air ini juga banyak penyebaran penyakit.
Setiap hari harus dilakukan pengecekan kualitas air salah satunya adalah suhu air, PH air, kejernihan air  dan menjaga kebersihan disekitar tambak.  Mengidentifikasi bibit – bibit penyakit ditambak apakah ada tidaknya penyakit.

2.7 Penyamplingan
Sampling pertama dilakukan dengan menggunakan jala tebar (luas 4 m2) pada saat udang berumur 29 hari, sedangkan sampling susulan dilakukan setiap satu minggu sekali. Lokasi penebaran jala mengambil lima titik yaitu pada setiap sudut tambak dan di tengah pelataran tambak, udang yang masuk jala di masukkan ke dalam bak kemudian dihitung jumlah dan ditimbang beratnya. Hasil penghitungan dan penimbangan dijadikan acuan untuk menentukan Average Body Weight (ABW), Average Daily Growth (ADG), Biomassa udang, Populasi udang, Size udang, Survive Rate (SR) dan Nilai Feed Convertion Ratio (FCR).
            Berat rata - rata udang dalam waktu tertentu (Average Body Weight) dihitung dengan mengkonversikan hasil perhitungan berdasarkan rumus Raharjo et al., (2003).


2.8 Pemanenan
Panen merupakan suatu akhir periode suatu budidaya udang vaname yang ditunggu-tunggu oleh para petambak. Udang vaname dapat dipanen setelah berumur sekitar 120 hari dengan berat tubuh berkisar 16-20 gram/ekor (Haliman dan Adijaya, 2005). Terdapat dua cara pemanenan yang umumnya dipakai yaitu panen parsial (sebagian) dan panen total. Panen persial sebagian dilakukan menggunakan jala tanpa melakukan pengurangan air, sedangkan panen total dilakukan dengan menurunkan dan menguras habis air di dalam petekan tambak ( Illyas et al., 1987).
 Panen harus mempertimbangkan aspek harga dan ukuran udang. Sebelum mengalami  panen sudah harus di sampling terlebih dahulu untuk mengetahui umur,pertumbuhan dan kesehatan  udang tersebut. Panen di lakukan setelah umur pemeliharaan 100-110 hari. Perlakuan sebelum panen adalah pemberian kapur dolomite sebanyak  80kg/ha (tinggi air tambak 1m), dan mempertahankan ketingian air tambak (tidak ada pergantian air tambak) selama 2-4hari yang bertujuan agar udang tidak mengalami proses ganti kulit (moulting) pada saat panen .selain itu di siapkan peralatan panen berupa keranjang panen/blong panen , jarring yang di pasang di pintu air di lakukan dengan menurunkan volume air secara gravitasi .Sebaiknya panen di lakukan pada malam hari yang bertujuan untuk mengurangi resiko kerusakan mutu udang , karena udang hasil panen sangat peka terhadap sinar matahari .udang hasil tangkapan juga harus di cuci kemudian di rendam es, selanjutnya di bawa dike cold storage .dengan pola tradisional plus produksi udang vannamei 835-1050 kg/ha/musim tanam dengan sintasan 60-96% ukuran panen antara 55-65 ekor/kg.


III.  METODE  PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan tempat
Kegiatan pendidikan sistem ganda (PSG ) Tentang pembesaran udang vanname ( Litopenaeus Vannamei ) yang di laksanakan pada tanggal 07 Januari 2014 – 4 Mei 2014. yang bertempat di tambak PT.WINDU BULUSAN Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi provinsi Jawa Timur.

3.2 Kegiatan yang dilaksanakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada praktek system ganda ( PSG ) di Tambak PT.WINDU BULUSAN adalah :
v  Pesiapan Lahan
1.      Pengeringan
2.      Pembasmian hama
3.      Pengisian air
4.      Pemupukan

v  Pembesaran
1.      Penebaran benur
2.      Pemberian pakan
3.      Pemupukan susulan
4.      Penyamplingan
5.      Pengontrolan kualitas air

3.3 Alat dan bahan
Ø  Alat
Peralatan yang akan digunakan pada saat Praktek seperti pada dalam tabel 1 dibawah ini.
  Tabel 1.  Alat yang akan digunakan selama praktek
No.
Alat
Ketelitian
Spesifikasi
Kegunaan
A
B
C
D
E
1.
Peti panen
Max 200 kg
Fiber,
(1 x 0,75 m)
penyimpan udang hasil panen
2.
Ember Plastik
Plastik
Volume 20 liter
Mempermudah kegiatan harian tambak pada saat member pakan/tritmen
3.
Genset
40-60 kva
Mesin diesel generator AVR
Sumber listrik utama
4.
Gunting
Stainlless steel
25 cm
Membuka sak pakan
5
Mobil
15 hp
Fiber
Transportasi sarana produksi, hasil panen
11.
Serok Waring
0,5 cm
PE
Membersikan kotoran dan mengambil kotoran
12.
Timbangan
1 kg
50 kg x 200g
Menimbang pakan dan mengukur ketelitian berat udang  saat sampling
13.
Hand Refraktometer
1 ppt
Manual
Mengukur salinitas
14.
Meteran patok
0,5 m
Kayu
Mengukur pasang surut
15.
Stopwatch
1 detik
Digital
Mengukur waktu
16.
Secchi Disk
1 cm
Kayu dan Tali
Mengukur kecerahan
17.
Kertas lakmus
1
Test Kit
Mengukur pH air
18.
DO meter
1 ppm
Digital
Mengukur kandungan oksigen terlarut
20.
Termometer
1 0C
Alkohol
Mengukur suhu

Ø  Bahan
Bahan yang digunakan selama Praktek dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
   Tabel 2.  Bahan yang akan digunakan selama praktek
No.
Bahan
Spesifikasi
Kegunaan
1.
Air Tawar
0%
Untuk memancing air laut pada saat penyedotan bisa keluar dan di masukanke petakan ,mencampurkan pakan
2.
Obat-obatan
Lactobacilu.sp dan vitamin B&C
Penanggulangan penyakit
3.
Pakan
Plaknton dan pelet
Nutrisi


  
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Tambak
·         Pengeringan
            Tambak yang digunakan berbentuk persegi panjang.Sebelum digunakan tambak di keringkan dengan cara mengeluarkan semua air melalui pintu pengeluaran (outlet) sampai keadaan tambak benar-benar kering,setelah itu tanah dasar tambak di jemur selama 3-4 hari sampai keadaan tambak kering,hal ini bertujuan agar tambak bebas dari hama pengganggu dan pemangsa,selain itu dinding tambak di beri kaporit agar hama yg masih menempel ikut hilang,selanjutnya dinding tambak di sikat sampai benar – benar bersih dan di siram pakai air.
·         Pemupukan
Pemupukan tanah dasar kolam bertujuan untuk meningkatkan kesuburan kolam ,memperbaiki struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah tanah yang porous serta menumbuhkan phytoplankton dan zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami benur. Jenis pupuk yang biasa digunakan yaitu:pupuk urea,pupuk za,pupuk stabilizer tipe a dan b,super kp,CaCl magnesium,dan bakteri yang berupa lactobacillus sp dan bacillus sp.

4.2 Pengisian air       
            Pengisian air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan air dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap . ketinggian air tersebut dibiarkan dalam tambak selama 1014 jam sampai kondisi air benar – benar siap untuk ditebari benih – benih udang. Tinggi air di petak pembesaran di upayakan 120 - 140 cm.sebelum di isi benur petakan di beri  triklur dengan dosis  10 ppm  untuk satu petakan kemudian di campur air .setelah tercampur air triklur tersebut di siramkan ke petakan secara merata .tujuanya adalah agar bakteri/virus di dalam tanah mati jadi saat petakan terisi bakteri/virus tidak mengakibatkan penyakit dalam udang vanname.selain itu air tendon sebelum masuk petakan perlu di kasih triklur,superdetox dan H2O2.

4.3 Penebaran benur
           Penebaran benur udang vannamei dilakukan setelah plankton tumbuh baik (27 hari). Sesudah pemumupukan Benur vannamei yang digunakan adalah PL 9 berat awal 0,001 gr/ekor diperoleh  yang diperoleh dari hatchery Di W.K Aminoto yang telah mendapatkan rekomendasi bebas patogen, Spesific Pathogen Free (SPF). Kriteria benur udang vannamei yang baik adalah mecapai ukuran PL 9 atau organ insangnya telah sempurna, seragam atau rata, tubuh benih udang dan usus terlihat jelas.
Sebelum benur ditebar, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi  terhadap suhu dengan cara mengapung kan kantong plastik  yang berisi benur ditambak perlahan – lahan. aklimatisasi terhadap salinitas dilakukan dengan membuka kantong dan diberi air secukupnya lalu kantong plastik di tutup dan bolak balikan kantong plastik lalu keluarkan isi plastik dengan menarik kantong plastik yang bawah hal  itu di lakukan sampai 2x. Penebaran benur vanname dilakukan pada saat malam hari antara jam 02.00-04.00 dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3. Jumlah/Padat tebar benur
PETAKAN
LUAS
JUMLAH BENUR
Petak 1
2.550m2
371.200
Petak 3
2.740m2
385.000
Petak 4
3505m2
498.000
Petak 5
450m2
65.800

4.4 Pemberian pakan
            Agar udang Vannamei yang dipelihara dapat hidup dan tumbuh sempurna, jenis pakan, kandungan protein, dosis, dan frekuensi pemberian pakan harus diperhatikan. Pakan yang diberikan pada udang Vannamei adalah pakan alami  berupa plankton  sejenis dan pakan buatan berupa pelet yang sudah ditambah  dosis protein nya.
            Standart kandungan protein dalam pakan yang diberikan pada udang Vannamei memilki nilai optimum 35 – 40%. Dosis yang harus diberikan adalah 3% dari bobot badan udang Vannamei  hidup dengan frekuensi  pemberian pakan yang diberikan pakan 4 - 5 kali per hari yaitu jam (06.30),(10.30),(02.00),(18.30),(22.30) kalau udang berumur 1 bulan.Awal benur datang di beri pakan artemia ,umur 2 hari benur di beri pakan yg berupa pellet halus yang di campur dengan bakteri,umur 1 bulan pakan di campur vitamin B dan C bisa juga pakan di campur  dengan chitosan.nganco pakan udang berumur 25-30 hari dan bisa di anho.

4.5 Pengontrolan kualitas air
Parameter parameter kualitas air akan mempengaruhi proses metabolisme udang, seperti keaktifan mencari pakan, proses pencernaan dan pertumbuhan udang.


a.    Suhu air
Suhu optimal pertumbuhan udang vanname di windu bulusan antara 28-32C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat. Imbasnya pada pada kebutuhan oksigen terlarut menigkat.
b.    Salinitas dan pH air
Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Salinitas yang berada di tambak bulusan yaitu 30-34 ppt. pH merupakan merupakan parameter air untuk mengetahui derajat keasaman. Air tambak memiliki pH yang  ideal di windu bulusan antara 7,5-8.
c.    Kandungan oksigen terlarut (DO)
Kandungan oksigen (dissolved oxigen, DO) sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang berada di tambak windu bulusan antara 3,5-4 ppm. Pada siang hari tambak akan memiliki angka DO yang cendrung tinggi karena ada fotosintesis plankton yang menghasilkan oksigen keadaan sebaliknya terjadi pada malam hari namun demikian DO pada malam hari dianjurkan tidak kurang dari 3,5 ppm.
d.Kecerahan
Kecerahan  indentik dengan kepadatan plankton dan warna air. Kecerahan yang baik pada udang berkisar 40-50 cm.

4.6 Penyamplingan
Sampling pertama dilakukan dengan menggunakan mengambil udang di ancho pada saat udang berumur 30-40 hari, sedangkan sampling susulan dilakukan udang berumur 50-60 hari dengan menggunakan jala satu minggu 1 kali. Lokasi penebaran jala mengambil 1  sudut tambak dan di tengah pelataran tambak, udang yang masuk jala di masukkan ke dalam bak kemudian dihitung jumlah dan ditimbang beratnya. Hasil penghitungan dan penimbangan dijadikan acuan untuk menentukan Average Body Weight (ABW), Average Daily Growth (ADG), Biomassa udang, Populasi udang, Size udang, Survive Rate (SR)
1.                  Menentukan Average Body Weight (ABW)

       ABW=  1000
                     SIZE


2.Menentukan size udang

Size = jumlah ekor udang yang terjala
                                   Berat udang

3. Average Daily Growth (ADG)

    ADG = Berat yang sekarang-berat yang lalu
                          Interval sampling (hari)

 4.Survivel Rate (SR)

                     SR = Biomassa x size  x100%
                                Jumlah tebar

4.7 Pemanenan
Panen merupakan suatu akhir periode suatu budidaya udang vaname yang ditunggu-tunggu oleh para petambak. Udang vaname dapat dipanen setelah berumur sekitar 70 hari dengan size 115-135 dengan jumlah panen 5 kwintal petakan kecil dan petakanbesar 2-2,5ton.  Panen terdapat dua cara pemanenan yang umumnya dipakai yaitu panen parsial (sebagian) dan panen total. Panen persial sebagian dilakukan menggunakan jala tanpa melakukan pengurangan air, sedangkan panen total dilakukan dengan menurunkan pintu waring dan menguras habis air di dalam petekan tambak .
 Panen harus mempertimbangkan aspek harga dan ukuran udang. Sebelum mengalami  panen sudah harus di sampling terlebih dahulu untuk mengetahui umur,pertumbuhan dan kesehatan  udang tersebut..selain itu di siapkan peralatan panen berupa keranjang panen/blong panen , jarring yang di pasang di pintu air di lakukan dengan menurunkan volume air secara gravitasi ,panen di lakukan pada siang hari sampai malam hari.udang hasil tangkapan di bawa ke pengesize untuk di sotir dan udang juga harus di cuci kemudian di rendam es, selanjutnya di bawa dike cold.



V.  PENUTUP

5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil PSG (Pendidikan Sistem Ganda) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tehnik pembesaran yang di lakukan di tambak percontohan Dinas Kelautan dan Perikanan adalah secara intensif.
2. Pakan yang di berikan berupa pakan alami yang melalui pemupukan dan pakan buatan  berupa pellet.
3. Pengontrolan kualitas air selain menggunakan kincir sebagai penyuplai oksigen terlarut, juga dilakukan pergantian air secara rutin pada saat air pasang tertinggi
4. Pertumbuhan udang vanname  dari awal  penebaran seberat 0,001g hingga 15 hari mencapai 0,1g berarti selisihnya  0,08g,jdi pertumbuhan berat badan/harinya adalah 0,05g atau 25% pertumbuhan dari berat badan semula.Sedangkan pada umur 43 berat/ekor 8g hingga mencapai umur 50 hari beratnya 11g berarti selisih pertumbuhannya 3g jadi pertumbuhan berat badan/harinya adalah 0,375g atau 4,7% pertumbuhan dari berat badan semula.

5.2 Saran
1.      Udang vanname yang dibudidayakan sebaiknya dalam pemeliharaan benur benar-benar diperhatikan kualitasnya karena apabila benur kurang berkualitas akan menyebabkan mortalitas yang tinggi.
2.      Proses pembesaran udang vanname banyak dipengaruhi keadaan cuaca yang efeknya berpengaruh terhadap goncangnya kualitas air, sebaiknya pengontrolan terhadap kualitas air lebih ditingkatkan.              








DAFTAR PUSTAKA

BBAP Situbondo, 2006. Pembenihan Udang Vannamei. Standarisasi dan Informasi Situbondo.

Felix, G.L dan M. Perz, 2002. Current Status of Pacific White shrimp Litopenaeus vannamei. Departemento de Investigaciones Tecnologicas. Universitad de Sonora. Mexico.

Haliman R.W dan D. Adijaya, 2006. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta

Haliman R.W dan D. Adijaya, 2005. Klasifikasi Udang Vaname. Penebar Swadaya. Jakarta

Khairuman  dan K. Amri. 2004. Budidaya Udang Galah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Mujiman.A, dan Suyanto. S.R, 1989. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta

Nurdjana.M.L., H. Woro. C. Korkakin 1992. Teknologi Pemeliharaan Larva (Larval Rearing Technologi). Ditjenkan, Jakarta

Nurdjana.M.L., B.S Ranoemihardjo., Kokarkin 1986. Produksi Induk masak Telur dalam Pembenihan Udang Windu. INFIS Seri No 27. Direktorat jendral Perikanan dan Internasional Devolepment Reseach Centere

Sukadi, M.F, 2004. Vannamei, Fenomena Baru Dalam Bisnis Budidaya Udang. Buletin Departemen Kelautan dan Perikanan.

Suyato R dan Takarina.,2009. Budidaya Udang Vaname. Penebar  Swadaya, Jakarta.

Wyban, J. A dan Sweeney, J. 1991. Intensif Shrimp Production Technology. Honohulu, Hawaii, USA 96825

Suprapto. 2005. Peranan Probiotik dalam Budidaya Udang Intensif. Disampaikan pada Kuliah Tamu di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.

Poernomo. A. 2004. Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak Udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah Dipresentasikan Pada Pertemuan UPT Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.

Effendi. H. 2003.  Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta. Hal 148-152.

Raharjo. P. S., Sutikno, Subiyanto dan Adijaya. D. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udnag Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sistem Resirkulasi Tertutup. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar