Senin, 17 Oktober 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper Etika, Moral dan Estetika dengan baik dan lancar. Penulisan paper  ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu.
            Paper ini disusun untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Etika, Moral dan Estetika. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam paper ini.
            Paper Etika, Moral dan Estetika ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami paper ini. Dengan paper ini, diharapkan pembaca dapat memahami mengenai Etika, Moral dan Estetika.
            Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun paper Etika, Moral dan Estetika. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan paper ini.
            Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan paper pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

                                                                           Bukit Jimbran, 08 Mei 2016
                                                                                                                       

Penulis


DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii           
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
            1.1 Latar Belakang...........................................................................1
            1.2 Rumusan Masalah......................................................................2
            1.3 Tujuan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1     Etika......................................................................................................3
2.1.1 Hubungan etika dengan filsafat....................................................5
2.1.2 Eika sebagai ciri khas filsafat.......................................................6
2.1.3 Hakikat etika filsafat....................................................................7
2.2     Moral....................................................................................................9
2.3     Estetika.................................................................................................9
2.3.1   Sejarah perkembangan estetika..................................................10
2.3.2   Nilai estetika..............................................................................11
2.3.3   Pengalam etetika........................................................................12
2.3.4   Perana estetikaa..........................................................................13
2.3.5   Fungsi estetika............................................................................13
2.3.6   Unsur - unsur estetika Indonesia................................................13
BAB III PENUTUP.................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................16
3.2 Saran ................................................................................................................16
Daftar pustaka




BAB I
PENDAHULUAN

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”
moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik. 
Posisi estetika tak berbeda dari atau tak perlu dibeda-bedakan dengan wilayah-wilayah studi filsafat yang lainnya, entah itu epistemology, etika dan sebagainya. Demikian juga dengan cabang-cabang keilmuan yang lain. Ia tidak lebih utama, tidak lebih superior dari yang lain, biasa-biasa saja. Masalahnya adalah tidak ada satu ilmu pun, termasuk estetika pada khususnya dan filsafat pada umumnya, yang mampu menjadi ilmu dengan posisi “tersendiri”, seberapa tinggi atau rendah pun status yang diberikan oleh komunitas akademik terhadap keberadaan ilmu tersebut. Tidak ada satu ilmu yang “tersendiri”, yang posisinya terisolasi dari ilmu-ilmu yang lainnya.

a)    Apa yang dimaksud dengan etika?
b)    Apa yang dimaksud dengan moral ?
c)    Apa yang dimaksud dengan estetika?

1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika.
2.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan moral.
3.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan estetika.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir. dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya sama dengan etika. Menurut kaharu dan b. Uno (2004:204) bahwa “ nilai itu sungguh sungguh ada dalam arti bahwa ia praktis dan efektif didalam masyarakat. Nilai-nilai itu sungguh sungguh satu realita dalam arti bahwa ia valid sebagai suatu cita-cita yang benar yang berlawanan dengan cita-cita yang palsu atau besifat khayali”.
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral. Dalam etika Aristoteles telah disebutkan, bahwa di dalamnya memuat
a)    Kebahahagiaan sebagai tujuan
b)   Kebahagiaan menurut isinya
c)    Ajaran tentang keutamaan dan ini terdiri dari : Keutamaan moral,  Keutamaan intelektual, Kehidupan ideal
Dari berbagai bentuk perbuatan manusia ini maka, yang menjadi persoalan etika adalah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan iktiar dan sengaja , dan ia mengetahui waktu melakukannya apa yang ia perbuat,. Inilah yang dapat kita beri hokum baik dan buruk, demikian juga segala perbuatan yang timbul tiada dengan kehendak tetapi dapat diikhtiarkan penjagaan sewaktu sadar. Adapun apa yang timbul bukan dengan kehendak, dan dapat dijaga sebelumya maka ia bukan pokok dari persoalan etika.
Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah. Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu).
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika . Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:
1.    Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
2.    Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3.    Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
4.    Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
5.    Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
6.    Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etikadalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri. (Alfan: 2011)
 Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir: 2005)

Etika filsafat merupakan ilmu penyelidikan bidang tingkah laku manusia yaitu menganai kewajiban manusia, perbuatan baik buruk dan merupakan ilmu filsafat tentang perbuatan manusia. Banyak perbuatan manusia yang berkaitan dengan baik atau buruk, tetapi tidak semua perbuatan yang netral dari segi etikanya. Contoh, bila di pagi hari saya menganakan lebih dulu sepatu kanan dan kemudian sepatu kiri, perbuatan itu tidak mempunyai hubungan baik atau buruk. Boleh saja sebaliknya, sepatu kiri dulu baru kemudian sepatu kanan. Cara itu baik dari sudut efisiensi atau lebih baik karena cocok dengan motorik saya, tetapi cara pertama atau kedua tidak lebih baik atau lebih buruk dari sudut etika. Perbuatan itu boleh disebut tidak mempunyai relevansi etika.
Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan etika yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika filsafat merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan buruk. Etika sebagai cabang filsafat sebenarnya yang membedakan manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajat di atas mereka. (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Mohamad Mufid: 2009 bahwa etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semuah norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom. Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif.
1.  Etika Deskriptif
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran-kesadaran dan penngalaman moral secara deskriptif. Ini dilakukan dengan bertitik pangkal pada kenyataan bahwa terdapat beragam fenomena moral yang dapat digambarkan dan diuraikan secara ilmiah. Etika deskriptif berupaya menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan dan pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu. Etika deskriptif dibagi menjadi dua, yaitu:
Ø  Sejarah moral, yang meneliti cita-cita, aturan-aturan  dan norma-norma moral yang pernah berlaku dalam kehidupan manusia dalam kurun waktu dan tempat tertentu.
Ø  Fenomenologi moral, yang berupaya menemukan arti dan makna moralitas dari beragam fenomena ysng ada. Fenomenologi moral berkepentingan untuk menjelaskan fenomena moral yang terjadi masyarakat. Ia tidak memberikan petunjuk moral dan tidak mempersalahkan apa yang salah.
2.  Etika Normatif
Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran atau norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan. Etika ini dapat menjelaskan tentang nilai-nilai yang seharusnya dilakukan serta memungkinkan manusia untuk mengukur tentang apa yang terjadi.

Etika filsafat sebagai  cabang ilmu, melanjutkan kecenderungan seseorang dalam hidup sehari-hari. Etika filsafat merefleksikan unsur-unsur tingkah laku dalam pendapat-pendapat secara sepontan. Kebutuhan refleksi itu dapat dirasakan antara lain karena pendapat etik tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.
Etika filsafat dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma susila atau dari sudut baik atau buruk. Dari sudut pandang normatif, etika filsafat merupakan wacana yang khas bagi perilaku kehidupan manusia, dibandingkan dengan ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia.
Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks filsafat yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis, karena seluruhna berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman inderawi) yaitu apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu emperis berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang konkret, kadang-kadang malah tentang hal-hal yang amat konkret, tetapi ia tidak berhenti di situ.
Pada awal sejarah timbulnya ilmu etika, terdapat pandangan bahwa pengetahuan bener tentang bidang etika secara otomatis akan disusun oleh perilaku yang benar juga. Itulah ajaran terkenal dari sokrates yang disebut Intelektualisme Etis. Menurut sokrates orang yang mempunyai pengetahuan tentang baik pasti akan melakukan kebaikan juga. Orang yang berbuat jahat, dilakukan karena tidak ada pengetahuan mendalam mengenai ilmu etika. Makanya ia berbuat jahat.

2.2    Moral
 Moral atau "ethos" seseorang atau sekelompok orang adalah bukan hanya apa yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang itu, melainkan juga apa yang menjadi pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidak patut untuk dilakukan. Perbuatan-perbuatan atau perilaku orang pada umumnya, tidak selalu adalah tanda, adalah manifestasi keyakinan atau pandangan hidup orang. Dalam penggunaannya sebagai kata sifat, moral dapat dimaknakan sebagai 
1.    Sesuatu yang menyangkut penilaian atau pengajaran tentang kebaikan atau keburukan watak atau kelakuan
2.    Sesuatu yang bersetujuan dengan ukuran-ukuran maupun kelakuan yang   baik.     
3.    Sesuatu yang timbul dari hati nurani
4.     Hal yang punya dampak kejiwaan bukan keragaan
5.    Hal yang didasarkan atas kelayakan daripada bukti
6.    Prinsip yang diajarkan (atau disimpulkan) lewat sebuah cerita atau kejadian.
Beberapa moral menurut para ahli adalah sebagai berikut;
§ Zainuddin syaifullah
Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat
§ Sonny Karef
Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu
§ Imam Sukardi
Moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran - ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.

2.3 Estetika
 Estetika atau yang sering didengar sebuah keindahan mempunyai banyak makna dan arti, setiap orang mempunyai pengertian yang berbeda antara satu dan yang lainnya mengenai arti dan makna estetika. Sebab, setiap orang mempunyai penilaian dan kriteria keindahan yang berbeda-beda. Berikut pengertian estetika dan lingkupnya dapat dicermati di bawah ini :
1.    Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni (Kattsoff, Element of Philosophy, 1953).
2.    Estetika merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik terhadap karya seni dalam konteks keterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan seni dalam perubahan dunia (Van Mater Ames, Colliers Encyclopedia, Vol. 1).
3.    Estetika merupakan kajian filsafat keindahan dan juga keburukan (Jerome Stolnitz, Encylopedia of Philoshopy, Vol. 1).
  1. Estetika adalah suati ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan (A. A. Djelantik, Estetika Suatu Pengantar, 1999).
  2. Estetika adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-nilai nonmoral suatu karya seni (William Haverson, dalam Estetika Terapan, 1989).
  3. Estetika merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan kaya estetis (Jhon Hosper, dalam Estetika Terapan, 1989).
  4. Estetika adalah fisafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artisrtik yang sejalan dengnan zaman (Agus Sachari, Estetika Terapan, 1989).
  5. Estetika mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsfat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni, atau artifak yang disebut seni (Jakob Sumarjo, Filsafat Seni, 2000).

2.3.1 Sejarah perkembangan estetika
sejarah perkembangan estetika didasarkan pada sejarah perkembangan estetika di Barat yang dimulai dari filsafat Yunani Kuno. Hal ini dikarenakan estetika telah dibahas secara terperinci berabad-abad lamanya dan dikembangkan dalam lingkungan Filsafat Barat. Hal ini bukan berarti di Timur tidak ada pemikiran estetika. Secara garis besarnya, tingkatan/tahapan periodisasi estetika disusun dalam delapan periode, yaitu:
1.Periode  Klasik (dogmatik)
2.Periode Skolastik
3.Periode Renaisance
4.Periode Aufklarung
5.Periode Idealis
6.Periode Romantik
7.Periode Positifistik
8.Periode Kontemporer

2.3.2  Nilai Estetika
Dalam rangka teori umum tentang nilai, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nlai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomis dan nilai-nilai yang lain. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetis.
Pada prinsipnya masalah estetika selalu bertumpu pada dua hal, yaitu keindahan dan seni,tetapi dari kedua hal tersebut berkaitan dengan masalah nilai, pengalaman estetis dan pencipta seni (seniman). Keindahan dan seni merupakan dua hal yang saling berhubungan. Salah satu bentuk perwujudan keindahan adalah dalam bentuk karya seni.Bagaimana hubungan keindahan dengan seni, telah dijawab oleh para filsuf sepanjang zaman. Beberapa ahli berpendapat bahwa seni dan keindahan tidak terpisahkan. Sedangkan yang lainnya berpendapat seni tidak selalu harus indah atau bertujuan untuk keindahan. Pendapat bahwa seni tidak terpisahkan dengan keindahan terutama oleh Baumgarten sebagai pelopor ilmu estetika. Menurut Baumgarten, tujuan dari keindahan untuk menyenangkan dan menimbulkan keinginan. Manifestasi keindahan tertinggi tercermin pada alam, maka tujuan seni adalah keindahan dan mencontoh alam.
Para ahli seni yang berpendapat, bahwa seni tidak selalu indah menunjuk karya-karya seni kontemporer dewasa ini (lukisan dan patung) menampilkan gambar-gambar kotor bahkan menjijikkan dan menunjuk pula pada karya manusia purba yang menampilkan wujud yang kadangkala menyeramkan. Mereka berpendapat bahwa seni bukan produk keindahan, tetapi produk problem seniman.
Seni memang bukan produk keindahan, tetapi keindahan itu merupakan suatu idealisasi yang sebaiknya melekat pada media seni itu.Keindahan bukan hanya kesenangan inderawi, tetapi juga terletak di dalam hati.

2.3.3  Pengalaman Estetika
Pengalaman estetika adalah tanggapan seseorang terhadap benda yang bernilai estetis. Hal ini merupakan persoalan psikologis sehingga pendekatan penelaahan menggunakan metode psikologi. Ada tiga pengertian yang dapat dirangkum daripara ahli, yaitu :
1. Pengalaman estetis terjadi karena adanya penyeimbangan antara dorongan dorongan hati dalam menikmati karya seni.
2. Pengalaman estetis adalah suatu keselarasan dinamis dari perenungan yang menyenangkan, menimbulkan perasaan-perasaan seimbang dan tenang terhadap karya seni yang diamatinya atau terhadap suatu objek yang dihayatinya,sehingga tidak merasa ada dirinya sendiri.Pengalaman estetis jenis ini berhubungan dengan pengalaman mistis.
3.  Pengalaman estetis adalah suatu pengalaman yang utuh dalam dirinya sendiri tanpa berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya, bersifat tidak berkepentingan (disinterested) dari pengamatan yang bersangkutan. Pengalaman tersebut adalah pencerapan itu sendiri dan merupakan nilai intrinsik.
John Hospers menyebut perbuatan yang demikian ini mencerap demi pencerapan (perceive for perceiving's) atau juga pencerapan demi untuk pencerapan itu sendiri (perceiving for its own sake) dan tidak untuk keperluan suatu maksud yang lebih jauh (The Liang Gie, 1976).

2.3.4 Peranan estetika
Sebagai pemikiran dasar untuk menjadi pribadi yang tetap mengacu atau melihat nilai-nilai keindahan sebagai anutan dalam bertingkah laku dan berpenampilan, sehingga dalam pergaulan bermasyarakat dapat diterima dan dilihat baik contohnya Keindahan susunan bunyi-bunyi dan kata-kata dalam karya sastra, misalnya, mampu menimbulkan irama yang merdu, nikmat didengar, lancar diucapkan, menarik dan penuh pesona untuk didendangkan. Nilai estetis itu juga mampu memberi hiburan, kepuasan, kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika karya sastra dibaca atau didengarkan ataupun diresapinya
.
2.3.5 Fungsi estetika
Mengembangkan estetika dan membangun negara untuk menuju ke peradaban masyarakat madani yang lebih unggul dan bermartabat. Membangun negara dan bangsa tidak hanya terbatas pada segi fisik, seperti pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, waduk, aliran sungai, gedung-gedung perkantoran, dan perumahan-perumahan. Sekiranya perlu juga membangun karakter bangsa dari segi mental spiritual agar masa depan bangsa dan negara menjadi lebih kokoh, lebih bermartabat, dan lebih beradab.

2.3.6 Unsur-unsur estetika Indonesia
Unsur-unsur estetika Indonesia terkandung dalam seni budaya, adat-istiadat, dan kegiatan ritual  diantaranya secara konkrit terdapat pada : ragam hias, batik, candi, musik, wayang, seni tari dan upacara adat.
1. Ragam Hias
Ragam hias tradisional merupakan peninggalan nenek moyang dan merupakan hasil dari seni budaya bangsa yang mempunyai nilai tinggi. Dalam motif-motif yang digoreskannya, mengandung makna (arti) yang dalam.  Motif-motif itu biasanya berkaitan dengan pandangan hidup dari sesuatu daerah/suku bangsa dimana ragam hias itu diciptakan. Oleh karena itu perlu dicari apa arti (makna) yang tersembunyi di dalamnya dan untuk apa motif-motif itu dibuat. Dalam ragam hias tradisonal, terkandung unsur-unsur filsafati yang tercermin dalam bentuknya yang indah dan mengandung makna simbolis, religius, etis dan  filosofis. Dalam ragam hias itu biasanya menggunakan motif ; fauna, flora, alam semesta, dan manusia atau gabungan dari unsur-unsur itu.
Di dalam unsur-unsur itu terkandung makna/ajaran bagaimana manusia itu seharusnya berbuat dan bertingkah laku yang baik agar selamat di dunia dan di akhirat.
Ragam hias juga digunakan untuk sengkalan-sengkalan (sengkalan memed), yang ada pada bangunan-bangunan kraton maupun gapura-gapura, yang berisi kapan bangungan itu didirikan dan siapa raja yang berkuasa saat itu. 
Dalam perkembangannya ragam hias tradisional perlu dilestarikan, jangan sampai kehilangan maknanya sehingga yang tinggal hanya fungsi dekoratifnya saja.Untuk melestarikan ragam hias tradisional tersebut ,ada tantangan yang perlu untuk diantisipasi diantaranya: 
1. Sikap praktis dan efisien: dengan digunakannya mesin bubut  dan alat bantu yang lain (cap) akan menghemat tenaga dan beaya,sehingga yang dikerjakan secara tradisional memakan beaya ekonomi tinggi
2.  Sikap kreatif:  ragam hias tradisional mempunyai pola yang baku, sehingga kreatifitas dikawatirkan akan menjadi penghambat karena akan menghilangkan nilai simboliknya.
3. Ekonomis: cenderung beaya ekonomi tinggi,sehingga menjadi kendala. Oleh karena itu,ragam hias tradisional perlu dilestarikan,     disamping itu, kreasi baru dari para seniman juga wajib untuk ditingkatkan, karena keduanya merupakan dua hal yang saling melengkapi dan akan berguna untuk melestarikan  seni budaya bangsa.










Dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika. Logika adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis-premis secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan logis matematis. Etika merupakan bagian filsafat yang membicarakan problem nilai-nilai dalam kaitanya dengan baik atau buruknya tindakan manusia secara individu maupun dalam masyarakat. Sementara estetika sering diidentikkan dengan filsafat seni yang dalam pengkajiannya diutamakan membahas dimensi keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni, seni itu sendiri, maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.
1.    Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir.
2.    moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
3.    Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya.

filsafat llmu yang terdiri dari kawasan- kawasan kajian seperti  etika, moral dan estetika dan diharapkan tetap digunakan dalam kehidupan  agar tetap menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu








DAFTAR PUSTAKA

kaharu, usman dan hamzah b. Uno. 2004 filsafat ilmu (suatu pengantar pemikiran) gorontalo: BMT nurul jannah


Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung. Pustaka Setia.

Abdullah, M. Yatimin. 2006. Studi Etika. Jakarta. Rajawali Perss.

Esha, Muhammad In’am. 2010. Menuju Pemikiran Filsafat. Jakarta. Maliki Perss.

Mufid, Muhamad. 2009. Etika Filsafat Komunikasi. Jakarta. Kencana.




Hamersma, Harry, 1981, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.

Keraf, A Sonny dan Mikhael Dua, 2001, Ilmu Pengetahuan, sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta: Kanisius

Sudarminta, J., 2002, Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius.

Peursen, 1985, Susunan Ilmu Pengetahuan, sebuah pengantar filsafat ilmu, Jakarta: Gramedia.

Melsen, 1985, Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Erlangga.

 Drs. Kaelan, M.S. 1998. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

   Koento Wibisono Siswomihardjo. 1996. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

M. Thoyibi. 1999. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya. Surakarta: MUP Press.

 DR. Harun Hadiwijono. 1998. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.

The Liang Gie. 1999. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Penerbit Liberty.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar