Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper Etika, Moral
dan Estetika dengan baik dan lancar. Penulisan paper ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu.
Paper ini disusun
untuk membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Etika, Moral
dan Estetika. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui pendahuluan, pembahasan
masalah, serta penarikan garis kesimpulan dalam paper ini.
Paper Etika, Moral
dan Estetika ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami paper ini. Dengan paper ini, diharapkan pembaca
dapat memahami mengenai Etika, Moral dan Estetika.
Ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada Dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun paper Etika, Moral
dan Estetika. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak
yang telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan
paper ini.
Semoga paper ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya
makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan paper pada tugas
yang lain dan pada waktu mendatang.
Bukit Jimbran, 08 Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR
ISI.........................................................................................................iii
BAB 1
PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar
Belakang...........................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah......................................................................2
1.3
Tujuan.........................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1
Etika......................................................................................................3
2.1.1 Hubungan etika dengan filsafat....................................................5
2.1.2 Eika sebagai ciri khas filsafat.......................................................6
2.1.3 Hakikat etika filsafat....................................................................7
2.2 Moral....................................................................................................9
2.3 Estetika.................................................................................................9
2.3.1 Sejarah perkembangan estetika..................................................10
2.3.2 Nilai estetika..............................................................................11
2.3.3 Pengalam etetika........................................................................12
2.3.4 Perana estetikaa..........................................................................13
2.3.5 Fungsi estetika............................................................................13
2.3.6 Unsur - unsur estetika
Indonesia................................................13
BAB III
PENUTUP.................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................16
3.2 Saran
................................................................................................................16
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada
permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh
pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari,
ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno
yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens,
1987, Nuchelmans, 1982).
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi
terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan
(K.Bertens, 2000). Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti
sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi
ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap.
Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens
terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti
sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”
moral adalah
nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin.
Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa
pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang tidak baik.
Posisi estetika
tak berbeda dari atau tak perlu dibeda-bedakan dengan wilayah-wilayah studi
filsafat yang lainnya, entah itu epistemology, etika dan sebagainya. Demikian
juga dengan cabang-cabang keilmuan yang lain. Ia tidak lebih utama, tidak lebih
superior dari yang lain, biasa-biasa saja. Masalahnya adalah tidak ada satu
ilmu pun, termasuk estetika pada khususnya dan filsafat pada umumnya, yang
mampu menjadi ilmu dengan posisi “tersendiri”, seberapa tinggi atau rendah pun
status yang diberikan oleh komunitas akademik terhadap keberadaan ilmu
tersebut. Tidak ada satu ilmu yang “tersendiri”, yang posisinya terisolasi dari
ilmu-ilmu yang lainnya.
a) Apa yang dimaksud dengan etika?
b) Apa yang dimaksud dengan moral ?
c) Apa yang dimaksud dengan estetika?
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan moral.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan estetika.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Etika
Etika berasal dari
bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang
rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir. dalam
bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti
terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya
sama dengan etika. Menurut kaharu dan b.
Uno (2004:204) bahwa “ nilai itu sungguh sungguh ada dalam arti bahwa ia
praktis dan efektif didalam masyarakat. Nilai-nilai itu sungguh sungguh satu
realita dalam arti bahwa ia valid sebagai suatu cita-cita yang benar yang
berlawanan dengan cita-cita yang palsu atau besifat khayali”.
Secara
istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya
etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika
berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik
kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu
tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan
etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di
sini sama artinya dengan filsafat moral. Dalam etika Aristoteles telah disebutkan, bahwa di dalamnya memuat
a) Kebahahagiaan sebagai tujuan
b) Kebahagiaan menurut isinya
c) Ajaran tentang keutamaan dan ini terdiri dari : Keutamaan moral, Keutamaan intelektual, Kehidupan ideal
Dari berbagai bentuk
perbuatan manusia ini maka, yang menjadi persoalan etika adalah segala
perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan iktiar dan sengaja , dan
ia mengetahui waktu melakukannya apa yang ia perbuat,. Inilah yang dapat kita
beri hokum baik dan buruk, demikian juga segala perbuatan yang timbul tiada
dengan kehendak tetapi dapat diikhtiarkan penjagaan sewaktu sadar. Adapun apa
yang timbul bukan dengan kehendak, dan dapat dijaga sebelumya maka ia bukan
pokok dari persoalan etika.
Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini
berasal dari kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun.
Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu
perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri
maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif,
tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan
segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah. Moralitas merupakan suatu
fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari
binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh
dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan
memunyai dua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai
hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau
tidak melakukan sesuatu).
St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy). Etika dimulai bila manusia merefleksikan
unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi
itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk
mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis,
tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika .
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek
dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan
manusia
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagiannya meliputi:
1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3. Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
4. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
5. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
6. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam
filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi
karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin
ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam
pembahasan filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
(Alfan: 2011)
Hubungan etika
dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama, estimasi dan
rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan
ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan
sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan.
Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu
dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk
selama-lamanya di akhirat.
Etika sebagai cabang
filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan
terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika
memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat
ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir: 2005)
Etika filsafat
merupakan ilmu penyelidikan bidang tingkah laku manusia yaitu menganai
kewajiban manusia, perbuatan baik buruk dan merupakan ilmu filsafat tentang
perbuatan manusia. Banyak perbuatan manusia yang berkaitan dengan baik atau
buruk, tetapi tidak semua perbuatan yang netral dari segi etikanya. Contoh,
bila di pagi hari saya menganakan lebih dulu sepatu kanan dan kemudian sepatu
kiri, perbuatan itu tidak mempunyai hubungan baik atau buruk. Boleh saja
sebaliknya, sepatu kiri dulu baru kemudian sepatu kanan. Cara itu baik dari
sudut efisiensi atau lebih baik karena cocok dengan motorik saya, tetapi cara
pertama atau kedua tidak lebih baik atau lebih buruk dari sudut etika.
Perbuatan itu boleh disebut tidak mempunyai relevansi etika.
Immanuel Kant
(1724-1804) berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan etika yang tertanam
dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban
untuk menjauhi perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika filsafat
merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada
pengertiannya mengenai baik dan buruk. Etika sebagai cabang filsafat sebenarnya
yang membedakan manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan menempatkannya bila
telah menjadi tertib pada derajat di atas mereka. (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Mohamad Mufid: 2009 bahwa etika sering
disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai
tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas
baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta
sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana
manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Tindakan manusia ditentukan oleh
macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semuah
norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang
otonom. Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya
dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif.
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif menguraikan
dan menjelaskan kesadaran-kesadaran dan penngalaman moral secara deskriptif.
Ini dilakukan dengan bertitik pangkal pada kenyataan bahwa terdapat beragam
fenomena moral yang dapat digambarkan dan diuraikan secara ilmiah. Etika
deskriptif berupaya menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan dan
pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu. Etika deskriptif dibagi menjadi
dua, yaitu:
Ø Sejarah moral, yang meneliti cita-cita, aturan-aturan dan norma-norma moral yang pernah berlaku
dalam kehidupan manusia dalam kurun waktu dan tempat tertentu.
Ø Fenomenologi moral, yang berupaya menemukan arti dan makna moralitas dari
beragam fenomena ysng ada. Fenomenologi moral berkepentingan untuk menjelaskan
fenomena moral yang terjadi masyarakat. Ia tidak memberikan petunjuk moral dan
tidak mempersalahkan apa yang salah.
2. Etika Normatif
Etika normatif
dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran atau norma yang dapat
dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan. Etika ini dapat menjelaskan tentang
nilai-nilai yang seharusnya dilakukan serta memungkinkan manusia untuk mengukur
tentang apa yang terjadi.
Etika filsafat
sebagai cabang ilmu, melanjutkan kecenderungan seseorang dalam hidup
sehari-hari. Etika filsafat merefleksikan unsur-unsur tingkah laku dalam
pendapat-pendapat secara sepontan. Kebutuhan refleksi itu dapat dirasakan
antara lain karena pendapat etik tidak jarang berbeda dengan pendapat orang
lain.
Etika filsafat dapat
didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah
laku manusia dari sudut norma-norma susila atau dari sudut baik atau buruk.
Dari sudut pandang normatif, etika filsafat merupakan wacana yang khas bagi
perilaku kehidupan manusia, dibandingkan dengan ilmu lain yang juga membahas
tingkah laku manusia.
Etika filsafat termasuk
salah satu cabang ilmu filsafat dan malah dikenal sebagai salah satu cabang
filsafat yang paling tua. Dalam konteks filsafat yunani kuno etika filsfat
sudah terbentuk terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat
merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu emperis,
artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah
meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis, karena seluruhna berlangsung
dalam rangka emperis (pengalaman inderawi) yaitu apa yang dapat dilihat,
didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu emperis berasal dari observasi terhadap
fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran
hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta.
Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi
gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang
konkret, kadang-kadang malah tentang hal-hal yang amat konkret, tetapi ia tidak
berhenti di situ.
Pada awal sejarah
timbulnya ilmu etika, terdapat pandangan bahwa pengetahuan bener tentang bidang
etika secara otomatis akan disusun oleh perilaku yang benar juga. Itulah ajaran
terkenal dari sokrates yang disebut Intelektualisme Etis. Menurut sokrates
orang yang mempunyai pengetahuan tentang baik pasti akan melakukan kebaikan
juga. Orang yang berbuat jahat, dilakukan karena tidak ada pengetahuan mendalam
mengenai ilmu etika. Makanya ia berbuat jahat.
2.2 Moral
Moral atau "ethos" seseorang atau sekelompok
orang adalah bukan hanya apa yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang
itu, melainkan juga apa yang menjadi pemikiran dan pendirian mereka mengenai
apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidak patut
untuk dilakukan. Perbuatan-perbuatan atau perilaku orang pada umumnya, tidak
selalu adalah tanda, adalah manifestasi keyakinan atau pandangan hidup orang.
Dalam penggunaannya sebagai kata sifat, moral dapat dimaknakan sebagai
1. Sesuatu yang menyangkut penilaian atau pengajaran tentang kebaikan atau
keburukan watak atau kelakuan
2. Sesuatu yang bersetujuan dengan ukuran-ukuran maupun kelakuan yang baik.
3. Sesuatu yang timbul dari hati nurani
4. Hal yang punya dampak kejiwaan bukan
keragaan
5. Hal yang didasarkan atas kelayakan daripada bukti
6. Prinsip yang diajarkan (atau disimpulkan) lewat sebuah cerita atau kejadian.
Beberapa moral menurut para ahli adalah sebagai
berikut;
§ Zainuddin
syaifullah
Moral
ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang
mengatur perilaku seseorang dan masyarakat
§ Sonny
Karef
Moral
menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya
tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau
sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu
§ Imam
Sukardi
Moral
adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran - ukuran tindakan yang diterima
oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
2.3
Estetika
Estetika atau yang sering didengar sebuah
keindahan mempunyai banyak makna dan arti, setiap orang mempunyai pengertian
yang berbeda antara satu dan yang lainnya mengenai arti dan makna estetika.
Sebab, setiap orang mempunyai penilaian dan kriteria keindahan yang
berbeda-beda. Berikut pengertian estetika dan lingkupnya dapat dicermati di
bawah ini :
1.
Estetika adalah segala sesuatu dan kajian
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni (Kattsoff, Element of
Philosophy, 1953).
2.
Estetika merupakan suatu telaah yang berkaitan
dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik terhadap karya seni dalam konteks
keterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan seni dalam perubahan dunia
(Van Mater Ames, Colliers Encyclopedia, Vol. 1).
3.
Estetika merupakan kajian filsafat keindahan
dan juga keburukan (Jerome Stolnitz, Encylopedia of Philoshopy, Vol. 1).
- Estetika
adalah suati ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan,
mempelajari semua aspek yang disebut keindahan (A. A. Djelantik, Estetika
Suatu Pengantar, 1999).
- Estetika
adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-nilai nonmoral
suatu karya seni (William Haverson, dalam Estetika Terapan, 1989).
- Estetika
merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan kaya
estetis (Jhon Hosper, dalam Estetika Terapan, 1989).
- Estetika
adalah fisafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan
artisrtik yang sejalan dengnan zaman (Agus Sachari, Estetika Terapan,
1989).
- Estetika
mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsfat
seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni, atau artifak yang
disebut seni (Jakob Sumarjo, Filsafat Seni, 2000).
2.3.1 Sejarah perkembangan estetika
sejarah perkembangan
estetika didasarkan pada sejarah perkembangan estetika di Barat yang dimulai
dari filsafat Yunani Kuno. Hal ini dikarenakan estetika telah dibahas secara
terperinci berabad-abad lamanya dan dikembangkan dalam lingkungan Filsafat
Barat. Hal ini bukan berarti di Timur tidak ada pemikiran
estetika. Secara garis besarnya, tingkatan/tahapan
periodisasi estetika disusun dalam delapan periode, yaitu:
1.Periode Klasik (dogmatik)
2.Periode Skolastik
3.Periode Renaisance
4.Periode Aufklarung
5.Periode Idealis
6.Periode Romantik
7.Periode Positifistik
8.Periode Kontemporer
2.3.2 Nilai
Estetika
Dalam rangka
teori umum tentang nilai, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu
jenis nlai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomis dan nilai-nilai yang
lain. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam
pengertian keindahan disebut nilai estetis.
Pada prinsipnya masalah estetika selalu bertumpu pada dua hal, yaitu
keindahan dan seni,tetapi dari kedua hal tersebut berkaitan dengan masalah
nilai, pengalaman estetis dan pencipta seni (seniman). Keindahan dan seni
merupakan dua hal yang saling berhubungan. Salah satu bentuk perwujudan
keindahan adalah dalam bentuk karya seni.Bagaimana hubungan keindahan dengan
seni, telah dijawab oleh para filsuf sepanjang zaman. Beberapa ahli berpendapat
bahwa seni dan keindahan tidak terpisahkan. Sedangkan yang lainnya berpendapat
seni tidak selalu harus indah atau bertujuan untuk keindahan. Pendapat bahwa
seni tidak terpisahkan dengan keindahan terutama oleh Baumgarten sebagai
pelopor ilmu estetika. Menurut Baumgarten, tujuan dari keindahan untuk
menyenangkan dan menimbulkan keinginan. Manifestasi keindahan tertinggi
tercermin pada alam, maka tujuan seni adalah keindahan dan mencontoh alam.
Para ahli seni yang berpendapat, bahwa seni tidak selalu indah menunjuk
karya-karya seni kontemporer dewasa ini (lukisan dan patung) menampilkan
gambar-gambar kotor bahkan menjijikkan dan menunjuk pula pada karya manusia
purba yang menampilkan wujud yang kadangkala menyeramkan. Mereka berpendapat
bahwa seni bukan produk keindahan, tetapi produk problem seniman.
Seni memang
bukan produk keindahan, tetapi keindahan itu merupakan suatu idealisasi yang
sebaiknya melekat pada media seni itu.Keindahan bukan hanya kesenangan
inderawi, tetapi juga terletak di dalam hati.
2.3.3
Pengalaman Estetika
Pengalaman
estetika adalah tanggapan seseorang terhadap benda yang bernilai estetis. Hal
ini merupakan persoalan psikologis sehingga pendekatan penelaahan menggunakan
metode psikologi. Ada tiga pengertian yang dapat dirangkum daripara ahli, yaitu
:
1. Pengalaman
estetis terjadi karena adanya penyeimbangan antara dorongan dorongan hati dalam
menikmati karya seni.
2. Pengalaman
estetis adalah suatu keselarasan dinamis dari perenungan yang menyenangkan,
menimbulkan perasaan-perasaan seimbang dan tenang terhadap karya seni yang diamatinya
atau terhadap suatu objek yang dihayatinya,sehingga tidak merasa ada dirinya
sendiri.Pengalaman estetis jenis ini berhubungan dengan pengalaman mistis.
3. Pengalaman
estetis adalah suatu pengalaman yang utuh dalam dirinya sendiri tanpa berhubungan
dengan sesuatu diluar dirinya, bersifat tidak berkepentingan (disinterested)
dari pengamatan yang bersangkutan. Pengalaman tersebut adalah pencerapan itu
sendiri dan merupakan nilai intrinsik.
John Hospers
menyebut perbuatan yang demikian ini mencerap demi pencerapan (perceive for
perceiving's) atau juga pencerapan demi untuk pencerapan itu sendiri
(perceiving for its own sake) dan tidak untuk keperluan suatu maksud yang lebih
jauh (The Liang Gie, 1976).
2.3.4 Peranan estetika
Sebagai pemikiran dasar untuk menjadi
pribadi yang tetap mengacu atau melihat nilai-nilai keindahan sebagai anutan
dalam bertingkah laku dan berpenampilan, sehingga dalam pergaulan
bermasyarakat dapat diterima dan dilihat baik contohnya Keindahan susunan bunyi-bunyi dan kata-kata dalam karya sastra,
misalnya, mampu menimbulkan irama yang merdu, nikmat didengar, lancar
diucapkan, menarik dan penuh pesona untuk didendangkan. Nilai estetis itu juga
mampu memberi hiburan, kepuasan, kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika
karya sastra dibaca atau didengarkan ataupun diresapinya
.
2.3.5 Fungsi estetika
Mengembangkan estetika dan membangun
negara untuk menuju ke peradaban masyarakat madani yang lebih unggul dan
bermartabat. Membangun negara dan bangsa tidak hanya terbatas pada segi fisik,
seperti pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, waduk, aliran sungai,
gedung-gedung perkantoran, dan perumahan-perumahan. Sekiranya perlu juga
membangun karakter bangsa dari segi mental spiritual agar masa depan bangsa dan
negara menjadi lebih kokoh, lebih bermartabat, dan lebih beradab.
2.3.6 Unsur-unsur
estetika Indonesia
Unsur-unsur estetika Indonesia terkandung dalam seni
budaya, adat-istiadat, dan kegiatan ritual diantaranya secara
konkrit terdapat pada : ragam hias, batik, candi, musik, wayang, seni tari dan
upacara adat.
1. Ragam
Hias
Ragam hias
tradisional merupakan peninggalan nenek moyang dan merupakan hasil dari seni
budaya bangsa yang mempunyai nilai tinggi. Dalam motif-motif yang
digoreskannya, mengandung makna (arti) yang dalam. Motif-motif itu
biasanya berkaitan dengan pandangan hidup dari sesuatu daerah/suku bangsa
dimana ragam hias itu diciptakan. Oleh karena itu perlu dicari apa arti (makna)
yang tersembunyi di dalamnya dan untuk apa motif-motif itu dibuat. Dalam ragam
hias tradisonal, terkandung unsur-unsur filsafati yang tercermin dalam
bentuknya yang indah dan mengandung makna simbolis, religius, etis
dan filosofis. Dalam ragam hias itu biasanya menggunakan motif ;
fauna, flora, alam semesta, dan manusia atau gabungan dari unsur-unsur itu.
Di dalam unsur-unsur itu terkandung makna/ajaran
bagaimana manusia itu seharusnya berbuat dan bertingkah laku yang baik agar
selamat di dunia dan di akhirat.
Ragam hias juga digunakan untuk sengkalan-sengkalan
(sengkalan memed), yang ada pada bangunan-bangunan kraton maupun gapura-gapura,
yang berisi kapan bangungan itu didirikan dan siapa raja yang berkuasa saat
itu.
Dalam perkembangannya ragam hias tradisional perlu
dilestarikan, jangan sampai kehilangan maknanya sehingga yang tinggal hanya
fungsi dekoratifnya saja.Untuk melestarikan ragam hias tradisional tersebut
,ada tantangan yang perlu untuk diantisipasi diantaranya:
1. Sikap praktis dan efisien: dengan digunakannya
mesin bubut dan alat bantu yang lain (cap) akan menghemat tenaga dan
beaya,sehingga yang dikerjakan secara tradisional memakan beaya ekonomi tinggi
2. Sikap
kreatif: ragam hias tradisional mempunyai pola yang baku, sehingga
kreatifitas dikawatirkan akan menjadi penghambat karena akan menghilangkan
nilai simboliknya.
3. Ekonomis: cenderung beaya
ekonomi tinggi,sehingga menjadi kendala. Oleh karena itu,ragam hias tradisional
perlu dilestarikan, disamping itu, kreasi baru
dari para seniman juga wajib untuk ditingkatkan, karena keduanya merupakan dua
hal yang saling melengkapi dan akan berguna untuk melestarikan seni
budaya bangsa.
Dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika. Logika adalah
bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis-premis secara benar dan
tepat sesuai aturan-aturan logis matematis. Etika merupakan bagian filsafat
yang membicarakan problem nilai-nilai dalam kaitanya dengan baik atau buruknya
tindakan manusia secara individu maupun dalam masyarakat. Sementara estetika
sering diidentikkan dengan filsafat seni yang dalam pengkajiannya diutamakan
membahas dimensi keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni, seni itu
sendiri, maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.
1.
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat
tinggal yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan,
sikap, cara berpikir.
2. moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
3.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika
adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana
seseorang bisa merasakannya.
filsafat llmu yang
terdiri dari kawasan- kawasan kajian seperti
etika, moral dan estetika dan diharapkan tetap digunakan dalam
kehidupan agar tetap menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu
DAFTAR PUSTAKA
kaharu,
usman dan hamzah b. Uno. 2004 filsafat ilmu (suatu pengantar pemikiran) gorontalo:
BMT nurul jannah
Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung.
Pustaka Setia.
Abdullah, M. Yatimin. 2006. Studi Etika. Jakarta. Rajawali
Perss.
Esha, Muhammad In’am. 2010. Menuju Pemikiran Filsafat. Jakarta.
Maliki Perss.
Mufid, Muhamad. 2009. Etika Filsafat Komunikasi. Jakarta.
Kencana.
Hamersma, Harry, 1981,
Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.
Keraf, A Sonny dan
Mikhael Dua, 2001, Ilmu Pengetahuan, sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta:
Kanisius
Sudarminta, J., 2002,
Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius.
Peursen, 1985, Susunan
Ilmu Pengetahuan, sebuah pengantar filsafat ilmu, Jakarta: Gramedia.
Melsen, 1985, Ilmu
Pengetahuan, Jakarta: Erlangga.
Drs. Kaelan, M.S. 1998. Filsafat Bahasa: Masalah dan
Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Koento Wibisono Siswomihardjo. 1996. Arti Perkembangan Menurut
Filsafat Positivisme Auguste Comte. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
M. Thoyibi.
1999. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya. Surakarta: MUP Press.
DR. Harun Hadiwijono. 1998. Sari Sejarah Filsafat Barat 1.
Yogyakarta: Kanisius.
The Liang
Gie. 1999. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar